OPINI ANDA

Dakwah Ramadlan di Australia: Islam Nusantara

"Gagasan Islam Nusantara lebih merupakan cara berpikir yang hadir di tengah realitas ekspresi keberagamaan yang berbeda-beda."

Tantowi Anwari

Islam Nusantara di Australia (Foto: Tantowi Anwari)
Islam Nusantara di Australia (Foto: Tantowi Anwari)

"Hendaknya umat Islam tidak terjebak pada sisi material dari keberagamaan lokal yang dipraktekkan di wilayah Nusantara. Sehingga, munculnya berbagai perbedaan ekspresi keislaman harus dihormati."


Pesan tersebut disampaikan Dr. Ahmad Rafiq dalam siaran menjelang berbuka puasa di stasiun radio multikultural 5EBI 103.1 FM Australia Selatan, Rabu (1/7/2015). Lulusan Program Doktoral Department of Religion di Temple University Amerika (2014) itu mendorong agar gagasan Islam Nusantara yang tengah dikembangkan para cendekiawan dan tokoh-tokoh Islam Indonesia bisa diterima dengan baik oleh umat Islam.


Ahli tafsir yang mengabdi pada Jurusan Ilmu al-Quran dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran  Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menjelaskan, “Gagasan Islam Nusantara lebih merupakan cara berpikir yang hadir di tengah realitas ekspresi keberagamaan yang berbeda-beda, karena mengikuti lokalitas masing-masing, dengan tetap mengacu pada nilai-nilai universal agama.”


Karena itu, mestinya tidak ada alasan menolak bahkan menyesatkan sebagaimana dilakukan beberapa kalangan terhadap praktek-praktek agama Islam bermuatan lokal.


Mirisnya lagi, dengan alasan pemurnian dan menjaga dari penyimpangan akidah, kasus-kasus “penyesatan” terhadap keberagamaan lokal berujung tragis. Serangan terhadap dayah-dayah (pesantren) yang dituduh sesat di Aceh, seperti yang menimpa Tengku Ayub dan Tengku Barmawi, sampai merenggut nyawa dan pengusiran. Islam Wetu Telo Sasak makin terdesak. Praktek-praktek tarekat mulai banyak yang disikat.


Dalam siarannya, kyai yang mengampu beberapa majelis ta’lim di wilayah Sleman ini menilai bacaan al-Qur’an langgam Jawa, yang beberapa waktu lalu sempat menjadi kontroversi ketika ditampilkan di Istana Negara, merupakan fakta yang tidak terhindarkan ketika Islam hadir dalam lokalitas yang sudah menjadi daily life dari masyarakat Indonesia.


“Membaca al-Quran dengan langgam Jawa, seperti halnya langgam Persia, Mesir dan lainnya, bisa diterima selama tidak melanggar tajwidmakhraj dan mad yang menentukan bunyi bacaan dan makna. Sebaliknya, sekalipun menggunakan langgam Arab ataupun Mesir tetapi melanggar tajwid, makhraj dan mad, itu jelas menyalahi standar bacaan al-Quran yang benar,” tegas Ahmad Rafiq yang sudah bertahun-tahun terlibat dalam penelitian agama-agama lokal di Indonesia.


Sementara itu, Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU ANZ) Tufel Musyadad yang mendampingi siaran menuturkan, “Sejak awal Ramadlan (2015) Ahmad Rafiq didaulat PCINU menyebarkan Islam rahmatan lil‘alamin di Sydney, Melbourne, Brisbane dan beberapa hari ini di Adelaide. Lawatan akan berlanjut ke negara bagian lainnya, Canberra dan Perth, juga menyeberang ke beberapa kota di New Zealand.”


Ia pun menambahkan, “Dihadirkannya kyai Ahmad Rafiq Ramadlan kali ini adalah bagian dari misi PCINU ANZ: membumikan Islam di Australia.”


Maka, bukan tanpa alasan apabila Dr. Ahmad Rafiq menjadi narasumber siaran radio 5EBI Australia Selatan. Radio dengan misi “hear a world of difference” ini menyediakan slot siaran satu jam program Indonesia yang diberi nama Radio Indonesia South Australia (RISA) setiap hari Rabu pkl. 17.00-16.00. April lalu PCINU ANZ juga menghadirkan kyai M. Luqman Hakim Ph. D sebagai narasumber siaran dengan tema serupa: membumikan Islam di Australia.


Tufel sebagai salah satu pemandu siaran RISA di 5EBI mengatakan, “Program kerjasama yang dirintis sejak 2004 ini  menjadi wadah informasi seputar tanah air terkait isu-isu politik, budaya dan keagamaan yang menjunjung semangat penghargaan dan perdamaian atas perbedaan.”


Selain RISA, stasiun radio 5EBI 103.1 FM membawahi sekitar 45 anggota radio komunitas dari berbagai negara Eropa, Amerika Latin, Afrika, dan Asia. Celebrating Our Diversity menjadi slogan 5EBI (berdiri tahun 1975) dalam memperingati usianya yang ke-40.



Gambar terlampir.

Keterangan: berlengan panjang Dr. Ahmad Rafiq dan baju batik Tufel Musyadad  

  • Islam Nusantara
  • Toleransi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!