OPINI

Menghukum Si Kasar

"Rupanya ustadz ini merasa telah dilecehkan dua orang remaja yang berpura-pura menjadi dirinya, menirukan gayanya berceramah. Keduanya dianiaya di Pesantren milik sang Bahar."

Bahar Smith diperiksa atas kasus penganiayaan
Bahar Smith diperiksa atas dugaan melakukan kekerasan terhadap orang atau penganiayaan di muka umum di Bogor. (Foto: Antara/Raisan Al Farisi).

Bahar bin Smith kembali berurusan dengan hukum. Belum genap dua pekan ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian, ustadz kelahiran Manado ini ditahan. Sebabnya karena kasus lain: dugaan penganiayaan terhadap dua remaja di Bogor, Jawa Barat.

Rupanya ustadz ini merasa telah dilecehkan dua orang remaja yang berpura-pura menjadi dirinya, menirukan gayanya berceramah. Dua remaja itu juga berpenampilan mirip sang ustadz, lengkap dengan rambut yang diwarna pirang. Ulah remaja yang mencari popularitas ini segera direspon Bahar Smith. Keduanya dianiaya di Pesantren milik sang Bahar, Sabtu (1/12) lalu.   

Bahar dijerat pasal kekerasan dan penganiayaan anak dalam KUHP serta Undang-Undang Perlindungan Anak  - Pasal 80 UU 35/2014. Bahar kini mendekam di penjara Polda Jawa Barat.

Respon reaktif Bahar Smith tentu mengecewakan. Sebagai seorang ustadz alias guru, semestinya Bahar mempraktikkan ajaran Islam sebagai ajaran yang ramah, bukan marah. Merangkul, bukan memukul. Sayang, rupanya ustadz satu ini sejak awal lebih memilih mengisi mimbar-mimbar dakwah dengan ceramah berapi-api, kadang dianggap cenderung provokatif. Dia juga tak segan menggunakan kata-kata kasar.

Sungguh, di hari-hari yang makin panas lantaran tahun politik, masyarakat sebetulnya butuh tokoh agama untuk bisa mengambil peran menyejukkan dan menekan ketegangan, bukan sebaliknya. Dan pelaku kekerasan, bagi ustadz sekalipun, mesti dapat ganjaran.

  • Ustadz Bahar Smith
  • penganiayaan
  • UU Perlindungan Anak

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!