Peringatan hari internasional bagi penyandang disabilitas mampu membuat diskriminasi sirna. Alih-alih menikmati hak, di tahun politik justru perbedaan perlakuan yang diterima. Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ada ketentuan mereka yang akan menggunakan hak pilih adalah yang tidak sedang terganggu jiwa atau ingatannya. Penyandang disabilitas mental harus melengkapi surat keterangan untuk bisa menggunakan haknya. Padahal Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Disabilitas memberikan jaminan berpartisipasi penuh dalam kehidupan politik.
Komisi Pemilihan Umum mengatakan saat ini masih terus mendata penyandang disabilitas mental. Jumlahnya saat ini sekitar 40 ribu. Kata KPU, yang tidak tahu alias kehilangan ingatan tentang dirinya tak akan didata. Ini artinya secara tidak langsung KPU tak menganggap mereka sebagai warga yang memiliki hak pilih.
Jadi, partisipasi penuh dalam politik hanya jadi fatamorgana bagi penyandang disabilitas mental. KPU sepatutnya tak mengebiri hak mereka. Tugas penyelenggara pemilu adalah memastikan setiap warga bisa menggunakan hak pilihnya bukan menghalanginya.
Biarlah urusan teknis menggunakan hak pilih di bilik suara diserahkan pada pendamping atau keluarganya. Mereka inilah yang tahu persis kondisi penyandang disabilitas mental mampu atau tidak menggunakan haknya.