OPINI

Meruntuhkan Stigma

Ilustrasi: Stop stigma terhadap anak dengan HIV/AIDS

Hari ini sedianya jadi hari terakhir bagi tiga bocah HP, SAS dan SS, tinggal di Desa Nainggolan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Ketiganya ditolak masuk sekolah dan sempat terancam diusir dari desa mereka sendiri. Tiga bocah usia PAUD dan SD ini diketahui positif mengidap HIV.  Dan orang-orang sekitar mereka emoh berdekatan, ngeri tertular. 

Namun Selasa lalu, Bupati Samosir Rapidin Simbolon, memastikan mereka tidak akan diusir. Dijamin aman. Tapi masih buntu soal bagaimana hak pendidikan mereka bakal dipenuhi.

Ada sejumlah tawaran dari Pemkab Samosir. Belajar di rumah, kelas khusus di sekolah umum, sampai usul yang paling ekstrem: membuka hutan sebagai rumah baru ketiga  bocah tersebut. Menurut Pemkab, inilah solusi untuk menyelesaikan polemik di tengah masyarakat. Bupati Samosir mengaku ada desakan dari masyarakat untuk mengusir ketiga bocah itu. Namun usul ini ditolak Komite AIDS HKBP. Sebagai pendamping, mereka bersikukuh agar ketiga anak itu bisa tetap masuk sekolah umum, bersosialisasi dan tak dikucilkan. 

Peristiwa di Samosir ini jadi bukti tak semua orang paham soal HIV/AIDS . Dan bagaimana gagapnya pemerintah setempat dalam mencari solusi. Pemerintah semestinya memberikan pengetahuan utuh, disertai kebijakan yang meruntuhkan stigma. Sudah jelas, virus HIV tak menular lewat sentuhan, air mata, keringat atau ludah. Juga tidak bakal menular lewat gigitan serangga atau karena menghirup udara yang sama dengan pengidap HIV. 

Mendapatkan pendidikan serta penghidupan yang layak adalah hak bagi setiap orang,  termasuk HP, SAS dan SS. Dan negara tak bisa berkelit dari kewajiban itu. 

 

  • Diskriminasi
  • ODHA
  • HIV-AIDS

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!