OPINI

Hari Santri Nasional

"Pekan lalu, keluar survei yang menyebut mayoritas guru beragama Islam di Indonesia tidak toleran dan cenderung radikal."

KBR

Ilustrasi: Intoleransi
Ilustrasi: Intoleransi

Sejak 3 tahun lalu, tanggal 22 Oktober, hari ini, diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan Hari Santri ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada para santri yang ikut bergerak pada masa perjuangan, sampai menjaga Bhinneka Tunggal Ika di masa sekarang. 

Ini momentum yang tepat untuk merefleksikan apa yang terjadi di sekitar kita. 

Pekan lalu, keluar survei yang menyebut mayoritas guru beragama Islam di Indonesia tidak toleran dan cenderung radikal. Ini terlihat dari jawaban mereka soal mau tidaknya punya tetangga beda agama, sampai setuju tidaknya mereka jika ada sekolah berbasis agama non-Muslim di sekitar mereka. Guru perempuan dianggap lebih toleran, sementara guru madrasah justru lebih intoleran. Survei lain pada pertengahan tahun ini juga menyebut, gelagat radikalisme terlihat pada 41 dari 100 masjid di kantor pemerintahan di Jakarta. Di masjid-masjid itu, kata ‘kafir’ begitu mudah terlontar, sulit menerima perbedaan sampai membolehkan segala cara atas nama agama.

Menggerakkan para santri untuk ikut menyuarakan keberagaman jadi kunci yang penting bagi gerakan di akar rumput. Santri bisa bergerak mulai dari langgar, mushala sampai masjid untuk mengumandangkan multikulturalisme. Pesantren mesti aktif menyemai dan menghidupkan nilai-nilai Islam yang menjunjung tinggi kemanusiaan, perdamaian dan toleransi  - inilah jihad  yang dibutuhkan sekarang. Supaya keberagaman bangsa kita yang tak ternilai itu bisa dijaga bersama-sama. 

 

  • Hari Santri Nasional
  • intoleransi
  • guru intoleran

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!