OPINI

Merayakan Hari Batik

Merayakan Hari Batik Nasional

Hari ini, gegap gempita batik pasti ada di mana-mana. Sejak 2009, Hari Batik Nasional mulai dirayakan di tanah air. Ini terjadi setelah UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia.

Ini adalah beban untuk terus berinovasi, bagi batik atau kain Indonesia secara umum. Tanpa inovasi, warisan sebagus apapun bisa ditinggalkan penggunanya. Dari lini kreator, kita melihat ada banyak upaya memperkenalkan batik ke panggung dunia. Misalnya lewat beragam peragaan busana di luar negeri atau upaya kreatif lainnya.

Tantangan terbesar juga menanti di lini produksi kain batik, mengingat bahan bakunya kebanyakan bukan dari negeri sendiri. 90 persen benang katun dan lilin sebagai zat pewarna ternyata masih diimpor. Pemerintah berupaya mengatasi ini dengan memberi kemudahan proses impor. Tapi impor bahan baku hanya akan memperkecil untung yang diperoleh pengusaha batik. Data Kementerian Perindustrian menyebut, pelaku usaha batik didominasi oleh industri kecil dan menengah. Jumlah tenaga kerja yang diserap lebih dari 15 ribu orang. Nilai ekspor batik pada 2016 mencapai hampir 150 juta dollar Amerika Serikat. Ini angka yang besar untuk sungguh-sungguh diseriusi dengan memasok bahan baku dari dalam negeri, demi bisa menggenjot ekspor.

PR yang tak kalah penting adalah mencari generasi penerus pembatik, terutama untuk batik tulis. Pekerjaan ini belum dipandang menarik bagi anak muda karena upahnya yang kecil. Belum lagi masih minimnya pembinaan dan pengajaran keterampilan membatik yang hanya sporadis. Kita perlu usaha yang lebih keras untuk merayakan Hari Batik – tak sekadar memajangnya di media sosial, tapi juga mendorong produksi batik di tanah air, supaya bisa membawa kesejahteraan bagi pekerjanya di sini.  

  • Hari Batik Nasional
  • inovasi
  • ekspor batik

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!