OPINI

Ratifikasi FCTC

bahaya rokok

Indonesia kembali diminta segera meratifikasi FCTC  oleh negara-negara Asia Pasifik. FCTC adalah konvensi internasional dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk pengendalian tembakau. Sampai saat ini, Indonesia masuk dalam barisan yang belum meratifikasi FCTC. 

Penentang terbesar kampanye pengendalian tembakau di tanah air adalah industri rokok. Jika tak ada yang beli rokok, pendapatan bisnis bisa terganggu. Tapi tentu bukan soal ini yang dimunculkan. Yang dihadirkan adalah wajah-wajah buruh pabrik rokok dan petani tembakau. Industri rokok memang menyerap banyak tenaga kerja, namun mekanisasi pabrik sebetulnya telah menggeser kebutuhan akan tenaga manusia. Sementara petani tembakau tetap miskin, meskipun Indonesia punya jumlah perokok terbanyak ketiga di dunia. Tata niaga tembakau yang tak transparan juga mulai membuat petani tembakau beralih ke tanaman lain. 

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro berkali menegaskan, pengendalian tembakau bukan soal menutup industri rokok. Tapi Bambang juga mengingatkan, industri ini tergolong sunset industry, jadi baiknya segera bersiap dengan diversifikasi usaha. 

Ratifikasi FCTC mungkin masih samar-samar. Presiden Joko Widodo dua tahun lalu bilang, tak mau ratifikasi kalau sekadar ‘ikut-ikutan negara lain’. Maka kita pakai saja logika ini: mari berinvestasi pada masa depan. Dengan begitu kita butuh generasi muda yang sehat, salah satunya dengan tak kecanduan rokok yang punya sederet dampak buruk kesehatan. Kalau pengendalian tembakau tak diseriusi, maka kita bakal kehilangan banyak kesempatan emas. 

 

  • FCTC
  • WHO
  • industri rokok

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!