OPINI

Tak Hanya Bikin Malu

Ilustrasi: Karhutla

Awal bulan ini sejumlah media di Malaysia mulai ramai memberitakan masuknya asap ke wilayah mereka. 'Masyarakat disarankan berhati-hati terhadap asap', begitu judul berita salah satu media terbesar di sana. Media lainnya melaporkan asap berasal dari kebakaran lahan  yang terjadi di Riau, Sumatera Selatan, Jambi, juga Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menyebut ada 2 ribu lebih hotspot yang muncul sepanjang Januari-Juli 2019. Jumlah itu meningkat dibanding periode yang sama tahun lalu, 1.300an hotspot.

Pada Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Karhutla Selasa (6/8/2019) lalu, Presiden mengutarakan kekecewaannya, sekaligus malu perihal ekspor asap itu. Lantas dia meminta Panglima TNI dan Kapolri pasang mata atas kinerja anak buahnya di 18 provinsi rawan karhutla. Presiden mengingatkan soal sanksi copot jabatan yang masih berlaku bagi Pangdam dan Kapolda yang tak becus tangani masalah kebakaran hutan dan lahan.

Jerebu memang bikin malu. Dan ini mesti diselesaikan, bukan hanya karena ini bikin malu. Yang paling menderita dan menanggung rugi adalah mereka yang tinggal di wilayah rawan karhutla itu. Dan coba pertimbangkan juga data lain yang dipaparkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) . Lebih dari setengah jumlah titik kebakaran justru terjadi di lahan konsesi milik perusahaan, baik sawit maupun hutan tanaman industri. Artinya apa? Di sana mata juga mesti dipasang! Jika teguran tidak mempan bagi perusahaan yang lalai, sanksi tegas juga mesti berlaku: cabut izin. Masa iya mesti terus-terusan repot memadamkan api perusahaan nakal? 

  • Karhutla
  • KLHK
  • Walhi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!