Warga di Palangkaraya, Kalimantan Tengah melaksanakan salat Ied kemarin di tengah kepungan asap. Di Pontianak, jarak pandang hanya 700 meter. Kabupaten Aceh sudah pasang bendera siaga darurat bencana akibat asap. Kota Jambi berkabut. Sementara di Pekanbaru, 1200 warga kena Infeksi Saluran Pernafasan Atas, ISPA.
Perlu data lagi?
Pantauan satelit milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menunjukkan lebih 700 titik api di Sumatera dan Kalimantan. Terburuk di Riau dengan lahan yang terdampak jilatan api sampai 200 hektar. Jumlah titik api yang dideteksi tahun ini sudah lebih daripada jumlah titik panas tahun lalu.
Data-data itu mesti dipakai untuk beraksi, bergerak. Pekan lalu Presiden Joko Widodo mengaku malu karena kabut asap jadi berita utama di negara tetangga. Tentu perlu lebih dari masa malu untuk bencana kabut asap yang terus merongrong negeri ini. Ketika bernafas saja susah, maka Pemerintah telah gagal menjalankan tugasnya menjaga hak hidup warga negaranya.
BMKG bilang, asap belum sampai ke Malaysia. Bagus. Tapi tidak lantas aksi kita jadi kendor. Warga kita yang kesulitan menjalankan aktivitas sehari-hari – itu yang harus jadi fokus perhatian sekarang. Tangani segera sebelum titik api meluas. Semua lini harus bergerak, cepat. Kita tak mau sejarah kelam kabut asap terparah tahun 2015 lalu kembali berulang.