Ratusan ikan milik petambak di Karawang, Jawa Barat, mati. Penyebabnya diduga karena tumpahan minyak dari sumur Pertamina di perairan Karawang, yang meluber sejak 12 Juli. Tumpahan minyak juga menyebabkan ratusan nelayan tak bisa melaut.
Setidaknya ada 51 ribu barel minyak mencemari Laut Karawang. Tumpahan minyak terbawa angin dan arus laut hingga ke Bekasi, dan enam pulau di Kepulauan Seribu. Kebocoran minyak kemungkinan bertambah, lantaran sumur hingga kini belum bisa ditutup.
Namun, ini bukan perkara besar kecilnya tumpahan minyak. Faktanya minyak itu sudah kadung mencemari laut dan butuh penanganan segera. Publik belum lupa kasus tumpahan minyak di Teluk Balikpapan pada 2018 lalu. Saat itu ada belasan ribu hektare mangrove terpapar, biota laut mati, hingga nelayan kehilangan mata pencaharian.
Pertamina mengaku butuh delapan minggu guna mematikan sumur minyak yang bocor. Sejumlah peralatan canggih diterjunkan mengatasi kebocoran. Tapi, kita patut ragu apakah bakal tepat waktu? Secepatnya, tentu lebih baik.
Kementerian ESDM harus menjalankan fungsi pengawasannya, juga DPR. Sesuai Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi, pengawasan di antaranya meliputi konservasi sumber daya alam, pengelolaan lingkungan hidup dan penerapan kaidah keteknikan yang baik.
Pertamina harus diperiksa agar kejadian serupa tak kembali mendera. Agar masyarakat tahu sumber masalahnya. Jika perlu polisi ikut serta. Dan sebaiknya, pemerintah segera mengoptimalkan potensi sumber daya terbarukan. Sudahi penggunaan energi fosil. Demi masa depan dan lingkungan lebih baik.