OPINI

Cabai

Ilustrasi: Pedagang cabai

Harga sejumlah komoditas mulai melonjak, bahkan menggila. Di Palembang, harga cabai tembus Rp100 ribu per kilogram. Sementara di daerah lain di kisaran Rp60 ribu per kilogram. Bandingkan dengan awal Januari lalu ketika para petani membuang cabai lantaran harga anjlok hingga Rp6 ribu per kilogram akibat pasokan melimpah. Harga diperkirakan akan terus bertahan hingga masa panen cabai bulan depan. 

Salah satu yang kerap dituding sebagai penyebabnya adalah musim kemarau dan minimnya pasokan air, serta stok barang terbatas. Walaupun, pengalaman tahun-tahun lalu harga cabai juga naik saat musim hujan karena kelebihan air. 

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan kemarau tahun ini akan lebih panjang dan lebih kering dibanding tahun lalu. Sektor pertanian adalah salah satu yang paling terdampak. Badan Pusat Statistik (BPS ) sudah mewanti-wanti pemerintah agar waspada dengan kenaikan harga-harga terutama cabai, karena diperkirakan bakal memicu inflasi. Padahal hampir bertahun-tahun ini cuaca kerap buruk mengarah ke ekstrem. Tidak hanya untuk cabai, tapi juga komoditas pertanian lain seperti padi yang butuh banyak air.

Ini harus segera diantisipasi dan dicarikan solusi segera. Selama ini pemerintah tidak terlihat memiliki rumus jitu untuk mengendalikan harga komoditas terutama tanaman hortikultura saat musim hujan atau kemarau. Solusi yang diambil kerap jangka pendek dan reaktif.

Selama ini juga banyak keluhan mengenai rantai distribusi yang panjang dari petani hingga pembeli, hingga harga membumbung tinggi. Banyak jalan rusak juga menghambat pengiriman barang. Belum lagi tengkulak kerap memainkan harga. Ini harus ditangani segera. Jangan sampai terulang seperti 2016 lalu, ketika harga cabai sangat pedas hingga mencapai Rp200 ribu per kilogram. 

  • BPS
  • BMKG

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!