Kementerian Pertahanan menyatakan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) tinggal menunggu diteken Presiden. Sekretaris Jenderal Kemenhan menyebut aturan itu sudah diparaf para menteri terkait. Sayangnya dia enggan membabar isi dari aturan tersebut.
Pada setahun silam, saat revisi Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme mencuat, wacana pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam penindakan kasus terorisme. Penerbitan Perpres itu dimaksudkan memberi payung hukum pelibatan personil TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme. Hingga kini belum jelas benar apa sebenarnya yang diatur di sana.
Dalam sejumlah kasus terorisme, kepolisian juga melibatkan personil TNI. Tak perlu menggunakan Perpres atau lainnya. Operasi Tinombala penangkapan kelompok teroris pimpinan Santoso misalnya. Berkali-kali operasi yang mulai digelar pada awal 2016 itu diperpanjang. Hingga kini Satgas Tinombala masih memburu sisa-sisa kelompok itu.
Jadi, tidak ada urgensi membentuk satu komando khusus untuk memberantas terorisme. Apalagi sudah ada badan khusus juga pasukan khusus di kepolisian yang terampil menangani itu. Prestasi Densus 88 terhitung bagus dalam soal ini.
Lalu untuk apakah pemusatan Komando yang diisi pasukan elit dari tiga matra tersebut? Yang muncul kemudian adalah tudingan pemborosan anggaran, pasukan yang menganggur, dan mungkin gesekan antardua lembaga yang berebut memberantas terorisme.
Karena itu, pemerintah perlu segera membikin terang kepada publik isi Perpres tersebut. Tentu agar pemberantasan teroris bisa dilakukan dengan lebih mangkus dan sangkil.