OPINI

Regulasi Pemicu Konflik

Ilustrasi: Intolerant

Umat Hindu yang tinggal di Kabupaten Bekasi masih harus menempuh puluhan kilometer untuk bisa beribadah di Pura. Pura terdekat terletak di Kota Bekasi, yakni Pura Agung Tirta. Satu-satunya pura di Bekasi itu kian sesak menampung warga yang datang dari kabupaten dan kota Bekasi. 

Upaya untuk membangun pura di Desa Sukahurip, Kabupaten Bekasi sebelumnya terganjal penolakan sekelompok orang. Akhir pekan lalu demonstrasi terjadi di sekitar calon lahan pura. Mereka yang menolak beralasan pembangunan pura adalah sesuatu yang mengada-ada sebab jumlah penganut Hindu di kampung itu bisa dihitung jari.

Demonstran merujuk pada syarat yang tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006. Beleid itu mengharuskan pembangunan rumah ibadah disertai daftar nama 90 umat yang bakal menggunakan. Ada juga kewajiban meraih dukungan dari 60 warga lokal. 

Komunitas Hindu mengaku telah memenuhi seluruh syarat pendirian rumah ibadah. Data Parisade Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Bekasi menyebut jumlah penganut Hindu di kabupaten Bekasi kini mencapai sekitar 7 ribuan orang. Jelas bukan jumlah sedikit.

Terlepas dari itu, jumlah umat semestinya tidak menjadi dasar pendirian tempat peribadatan. Belajar dari banyak kasus intoleransi yang membuat kita jengah, ada baiknya pemerintah mengevaluasi regulasi pembangunan rumah ibadah yang melulu jadi pemicu konflik mayoritas-minoritas ini. Apa iya selamanya tidak mau hidup rukun antarumat beragama? 

  • intoleransi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!