OPINI

Stop Kekerasan di Nduga

"Tak hanya mengungsi. Sebagian warga juga menjadi korban penembakan hingga meninggal. Begitulah, peluru tak bermata. Siapa saja bisa menjadi korban."

Mendamba Papua Damai
Ilustrasi: Mendamba Damai Papua (Foto: Antara/Zabur Karuru)

Penggiat kemanusiaan mendesak gencatan senjata di Nduga, Papua. Pascapenyerangan terhadap pekerja konstruksi jembatan di kabupaten termiskin di bumi Cendrawasih pada Desember lalu, aksi baku tembak terus terjadi. Korban jiwa jatuh dari kedua pihak, baik TNI/Polri atau pasukan dari Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TPNPB) .

Konflik bersenjata ini juga membuat ribuan warga terpaksa mengungsi. Akibatnya, sebagian kelaparan dan pendidikan anak-anak terputus. Tim investigasi independen mencatat lebih 37 ribu warga mengungsi di 7 distrik. Mereka mengungsi di hutan atau bersembunyi di gua, yang jauh dari layak sebagai tempat tinggal.

Tak hanya mengungsi. Sebagian warga juga menjadi korban penembakan hingga meninggal. Begitulah, peluru tak bermata. Siapa saja bisa menjadi korban.

Tak hanya manusia, bangunan juga terdampak konflik. Tim investigasi mencatat rumah warga, tempat ibadah juga puskemas jadi sasaran pembakaran.

Cukup sudah kekerasan itu. Majelis Rakyat Papua (MRP)  sudah menyerukan penghentian kekerasan dan menggunakan pendekatan kemanusiaan untuk menyelesaikan konflik. Tapi, tampaknya itu tak akan berlangsung mulus. Penyebabnya,  Komandan Pelaksana Operasi di Nduga menyatakan operasi baru berhenti setelah  Organisasi Papua (OPM)  habis. Pun istana, yang menyatakan tak akan menarik tambahan ratusan personil militer di Nduga.

Pernyataan semacam itu tentu jauh dari semangat menyelesaikan konflik. Pendekatan kekerasan justru malah akan makin memperlebar perlawanan. Hanya dengan dialog dan penyelesaian kasus kekerasan aparat pada masa lalulah kita bisa berharap masalah di Papua bisa berakhir. 

  • Papua
  • MRP
  • OPM

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!