OPINI

Komitmen Bidang Kesehatan Masih Buram

Maruf Amin dan Sandiaga Uno usai debat cawapres

Debat calon wakil presiden semalam soal kesehatan membawa isu promotif dan preventif kembali ke permukaan. Selama ini, kedua hal ini kalah populer dibandingkan dengan pendekatan kuratif. 

Ketika kita berkutat di soal kuratif, maka kita bicara soal beban biaya kesehatan. Soal biaya keuangan yang harus dikeluarkan setiap orang untuk berobat. Soal biaya sosial yang harus ditanggung keluarga ketika ada anggota keluarga yang sakit. Juga soal anggaran yang harus disiapkan negara lewat skema Jaminan Kesehatan Nasional. Lima tahun perjalanan BPJS mengungkap kenyataan defisit triliunan rupiah yang  memberatkan negara.

Cawapres Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno sama-sama menyebut soal pentingnya upaya promotif dan preventif. Ma'ruf menyebut soal pentingnya mendorong untuk tidak mengkonsumsi hal-hal yang menimbulkan kondisi kurang sehat - sayangnya tak jelas menyebut apa hal yang dimaksud. Sementara Sandiaga menyebut soal 22 menit olahraga per hari yang bisa berdampak mengurangi biaya kesehatan. 

Tapi tak satu pun menyebut soal langkah konkret serta parameter keberhasilannya. Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) yang sudah ada Inpres sejak 2017 saja nyaris tak terdengar dampaknya. Lalu bagaimana menerapkan program 22 menit olahraga per hari? Sayangnya tak ada yang bicara soal anggaran. Kita lihat saja anggaran promotif preventif di BPJS Kesehatan. Di 2017 anggarannya hanya 0,47 persen dan pada 2018 hanya 0,54 persen dari anggaran biaya manfaat pelayanan kesehatan. 

Anggaran adalah parameter konkret yang bisa dijanjikan dan untuk itu pun tak ada yang berani berkomitmen. Tanpa alokasi anggaran promotif dan preventif yang signifikan, maka selamanya kedua hal ini bakal hanya di permukaan belaka. 

  • debat cawapres
  • anggaran kesehatan
  • BPJS Kesehatan
  • Maruf Amin
  • Sandiaga Uno

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!