OPINI

Lepas Tangan UU MD3

Ilustrasi: Demonstrasi menolak UU MD3
Ilustrasi: Demonstrasi menolak UU MD3 (foto: Antara)

Punya anak, tapi tidak mau mengakui status anak itu. Perumpamaan itu mungkin menggambarkan bagaimana sikap pemerintah terhadap Undang-undang MPR, DPR, DPRD dan DPD atau UU MD3.

Perwakilan pemerintah dan DPR beberapa waktu lalu sudah membahas dan menyepakati pembahasan RUU MD3, hingga kemudian DPR mengesahkan RUU itu pada 12 Februari 2018 lalu. Namun, tepat sebulan berlalu, Presiden Joko Widodo tak kunjung menandatangani undang-undang tersebut. Meski undang-undang itu bakal secara otomatis berlaku setelah 30 hari, namun sikap Presiden itu membingungkan.

Sejumlah pasal dalam undang-undang itu memicu protes keras dari masyarakat. Demonstrasi menolak UU MD3 terjadi di mana-mana. Ada sejumlah pasal yang ditolak. Misalnya pasal soal kewajiban polisi memanggil paksa orang yang menolak dipanggil oleh DPR. Pasal ini mengacaukan sistem hukum dan politik tata negara. Begitu juga pasal mengenai kewenangan Mahkamah Kehormatan DPR melaporkan orang-orang atau kelompok yang dianggap merendahkan martabat kewibawaan DPR. Pasal ini bisa menjadi alat bagi DPR untuk mengkriminalisasi para pengkritik.

Jika menolak pasal-pasal dalam RUU itu, mengapa pada saat pembahasan di DPR, Presiden tidak menarik menterinya dari rapat pembahasan? Padahal, saat itu penolakan publik cukup besar terhadap pasal-pasal kontroversial dalam RUU MD3. Pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, tidak bisa lepas tangan begitu saja terhadap lahirnya Undang-undang MD3 yang bermasalah itu. Apalagi, mayoritas partai-partai pendukung pemerintah, termasuk PDIP, diam saja terhadap protes publik.

Melihat tingginya penolakan publik, memang sebaiknya Presiden Jokowi tidak menandatangani UU tersebut. Beberapa kalangan mengusulkan agar Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu, yang menghapus pasal-pasal bermasalah itu. Usul ini patut dipertimbangkan sebagai bentuk pertanggungjawaban Presiden. Daripada menggantungkan nasib pada uji materi ke Mahkamah Konstitusi yang belakangan ini kehilangan kepercayaan dari publik.

 

  • revisi UU MD3
  • Presiden Jokowi
  • Mahkamah Konstitusi
  • penolakan publik

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!