OPINI

Tenang

Ilustrasi: kotak suara pilkada

Sampai besok, sejumlah daerah di seluruh Indonesia memasuki masa tenang Pilkada Serentak 2017. Sebanyak 101 daerah steril dari kampanye berbentuk apa pun sampai tiba masa pencoblosan Rabu mendatang. Seluruh pasangan calon, timses serta simpatisan tidak boleh berkampanye atau menyebarkan informasi politik. Yang diawasi tak hanya di lapangan, tapi juga di media massa dan media sosial. Di media massa, pasangan calon tak boleh beriklan sementara di media massa, siap-siap saja kena blokir kalau ada akun yang melanggar aturan.

Masa tenang adalah saatnya berpikir bagi semua warga negara yang punya hak pilih. Pilkada harus dijaga oleh semua pihak sebagai ajang demokrasi yang berlangsung jujur, adil, langsung, bebas, umum serta rahasia. Selagi mencari kandidat terbaik, waspada juga dengan politik uang. 

Pengalaman menunjukkan kalau masa tenang biasanya rawan suap. KPU sudah bersiaga lebih awal dengan memperbaiki aturan terkait politik uang. Jika pasangan calon terbukti memberikan uang untuk mempengaruhi pemilih, maka sanksi terberat bisa sampai pembatalan pencalonan. Belum lagi sanksi penjara menanti – sekaligus berlaku bagi tim kampanye dan relawan. Penerima suap pun bakal kena sanksi, mulai dari penjara sampai denda maksimal 2 miliar rupiah.

Pilkada akan jadi ajang pertaruhan kedewasaan kita sebagai warga negara dalam berdemokrasi. Bagaimana kita bisa dengan pikiran jernih memutuskan kepala daerah mana yang terbaik untuk memimpin – terlepas dari soal agama, suku atau golongannya. Memilih kepala daerah adalah soal integritas, kerja keras dan komitmen kepada warga. Dan untuk itu, manfaatkanlah masa tenang untuk betul-betul memilih dengan kepala jernih. Pemilu yang aman, juga akuntabel, ada di tangan kita semua.  

  • masa tenang
  • pilkada serentak
  • KPUD
  • politik uang

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!