OPINI

Sudahi Mengutuk Cuaca

Evakuasi korban banjir Makassar

Saatnya menyambut siklus puncak musim hujan dengan kewaspadaan ekstra. Ancaman banjir dan tanah longsor di depan mata. Data statistik kejadian bencana selama 20 tahun terakhir menunjukkan, Januari - Februari adalah puncak kejadian bencana hidrometeorologi. Banjir, longsor dan puting beliung, mengikuti pola curah hujan.

Di Sulawesi Selatan, hujan ekstrem yang turun sejak Selasa (22/1/2019) menyebabkan sungai-sungai meluap, merendam pemukiman. Hingga kemarin (23/1/2019), tercatat lebih 50 kecamatan di 9 kabupaten/kota terendam banjir. Delapan tewas, 4 lainnya hilang, lebih dari 3 ribu warga mengungsi. Evakuasi, pencarian, penyelamatan dan distribusi bantuan masih terus dilakukan. Sebelum ini, bencana hidrometeorologi sudah lebih dulu menyapa wilayah lain Indonesia. Sukabumi, Jawa Barat, Bener Meriah, Aceh, Cilacap, Jawa Tengah dan lainnya.

Musim hujan nyaris tidak bisa lagi dinikmati sambil minum kopi dan berpuisi. Meski tak langsung terkena dampak bencana, kita menyaksikan tayangan yang mengusik nurani ketika bencana berlangsung di depan mata. Lalu sebagian kita mengutuk cuaca yang tidak bersahabat.

Atau kita yang tak pandai bersahabat dengan alam?

Kalau mau jujur, bencana terjadi tentu bukan karena maunya sendiri. Di situ ada persoalan buruknya pengelolaan sumber daya alam di hulu dan hilir. Alih fungsi hutan, erosi dan sedimentasi meningkat. Di Sulawesi Selatan, oganisasi lingkungan, WALHI  menunjuk maraknya tambang pasir dan batu yang mengakibatkan pendangkalan sungai. Limpasan air bercampur material melaju sampai di kawasan perkotaan yang minim resapan dan sistem drainase yang buruk.

Jika kita tidak belajar dari bencana dan ogah bersahabat dengan alam, selama itu pula musim hujan yang mestinya disyukuri berubah menjadi adegan horor tahunan. 

  • bencana alam
  • banjir
  • WALHI
  • hidrometeorologi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!