OPINI

Tak Peduli dengan Kasus Novel Baswedan

Ilustrasi: Novel Baswedhan

Lebih dari sembilan bulan berlalu, sejak peristiwa teror penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan terjadi pada 11 April 2017. Tak ada kemajuan berarti selama polisi mengusut kasus itu.

Polisi selama ini mengklaim sudah memeriksa puluhan saksi, memeriksa ratusan kamera CCTV, membuat banyak sketsa pelaku. Tapi tidak ada satu orang pun yang ditangkap. Jangankan memburu otak di belakang teror itu, pelakunya pun masih berkeliaran.

Penyidik Polri selama ini dikenal kemampuannya mengungkap kasus-kasus kejahatan yang pelik dan rumit, dari kasus mutilasi hingga teror. Tapi dalam kasus Novel, polisi berdalih penyidikan masih berproses, dan belum menemukan orang yang mirip dengan sketsa.

Sikap Polri ini membuat publik teringat pernyataan Novel Baswedan, beberapa waktu lalu. Novel menyebut kasus teror yang menimpanya itu melibatkan seorang jenderal polisi aktif yang punya posisi kuat di Polri. Jenderal itu, kata Novel, diduga turut memerintahkan penghapusan sidik jari di cangkir yang digunakan pelaku untuk menyiram air keras ke Novel.

Novel enggan mengungkap nama jenderal itu, serta bukti-bukti yang ia miliki. Kecuali, jika pemerintah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta yang melibatkan banyak pihak. Tanpa itu, kata Novel, ia yakin kasus itu tidak akan mungkin diungkap karena melibatkan jenderal polisi.

Apakah keengganan polisi mengungkap kasus Novel karena melindungi sesama korps? Begitu juga Presiden Joko Widodo, sepertinya punya kepentingan lain untuk tidak terlalu peduli terhadap kasus Novel. Jika peduli, Presiden Jokowi tentu akan mengabulkan pembentukan TGPF seperti tuntutan masyarakat sipil.

Teror itu sejatinya bukan hanya teror bagi Novel, tapi juga pada semua penyidik KPK dan semua masyarakat antikorupsi di Indonesia.  

  • KPK
  • penyiraman Novel Baswedan
  • TGPF Kasus Novel Baswedan
  • jenderal polisi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!