OPINI

Cukai Rokok

Ilustrasi: Ancaman kecanduan rokok sejak anak

Pekan lalu pengumuman itu keluar: cukai rokok tidak naik untuk tahun depan. Menteri Keuangan Sri Mulyani  hanya berkata: ini setelah berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo  dan menteri lainnya. Artinya, cukai rokok tahun 2019 sama dengan cukai tahun ini sebesar 10.04%. 

Ini langkah yang mengecewakan. Ketika ada Undang-undang Cukai yang mengamanatkan kenaikan cukai sampai 57 persen, ini malah tak naik sama sekali. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia langsung mengkritik: pemerintah tak punya visi kesehatan yang jelas. 

Ini pun seperti tak selaras dengan logika di balik keluarnya Peraturan Presiden yang memungkinkan penggunaan cukai rokok untuk menambal defisit BPJS . Defisit diperkirakan sampai 10,9 triliun rupiah sampai akhir tahun nanti. Dan diakibatkan sedikit banyak oleh rokok. Jika mengikuti logika itu, maka naikkan saja cukai setinggi mungkin. Jangan lupa, cukai itu ibarat denda bagi suatu produk, karena konsumsinya perlu dikendalikan dan pemakaiannya menyebabkan efek buruk. 

Seharusnya cukai rokok dinaikkan setinggi mungkin. Toh secara aturan hukum ini dimungkinkan. Toh ini demi kesehatan masyarakat. Berpihak pada kesehatan artinya punya visi masa depan. Kita tak akan menghasilkan generasi yang sehat dan gesit menangkap peluang baru jika sejak kecil mereka sudah kena adiksi racun rokok. Asap rokok bisa membuat kita kehilangan peluang akan masa depan dengan penerus yang sehat. 

 

  • cukai rokok
  • Presiden Joko Widodo
  • BPJS
  • Sri Mulyani

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!