OPINI

Jarah

Warga korban gempa terpaksa ambil logistik di toko

Markas Besar  Kepolisian mengancam akan menindak warga yang mengambil barang dari toko yang terkena dampak bencana di Palu , Sulawesi Tengah. Kata polisi, kejahatan yang dilakukan saat darurat akibat bencana, akan mendapat hukuman yang lebih berat. Meski begitu kepolisian masih menolerir aksi warga yang hanya mengambil kebutuhan pokok seperti makanan, minuman atau sandang. Di luar itu seperti barang elektronik, kriminal.

Kepolisian sepertinya gerah melihat tayangan yang dibagi ke sejumlah media sosial. Melalui layar kaca telepon pintar kita bisa melihat sekelompok orang mengambil berbagai barang dari sejumlah toko. Dari mulai makanan sampai perangkat elektronik. Apalagi rekaman itu lantas ditayang ulang melalui sejumlah stasiun tv dengan menyebutnya sebagai penjarahan. Ini diperparah pemberitaan media asing yang mengangkat tindakan segelintir orang  tersebut.

Kejahatan memang bisa terjadi di mana saja, kapan saja. Pun saat bencana. Lihat misalnya bencana gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Aparat hukum di sana menangkap tangan anggota dewan kota Mataram atas dugaan memeras dana bantuan gempa. Dalam kasus korupsi semacam ini, hukuman maksimal 20 tahun penjara  bisa diperberat menjadi hukuman mati. Dasarnya,  karena kejahatan dilakukan di saat bencana terjadi.

Tentu saja yang dilakukan segelintir warga tak sejauh itu, untuk memperkaya diri sendiri. Lebih kepada tindakan terpaksa karena tak kunjung mendapat bantuan. Itu sebab kepolisian bersama  TNI akan memberikan pengamanan maksimal untuk mempermudah pengiriman bantuan logisitik bagi sampai ke posko. Tujuannya agar pembagian bisa dilakukan merata. Jangan sampai krisis bantuan  membuat orang gelap mata.  Saling berebut, hingga berujung konflik antarwarga.

  • gempa Palu
  • penjarahan toko
  • kejahatan di saat bencana

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!