OPINI

Saatnya Energi Terbarukan

Listrik padam di Jakarta

Butuh hampir 8 jam untuk mengembalikan pasokan listrik mengalir secara bertahap ke wilayah Jawa Barat, Jakarta dan Banten. Pemadaman listrik ini terjadi akibat adanya gangguan di Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di Ungaran-Pemalang. Dampak langsung terasa di banyak titik dan mengganggu kehidupan.

Buat warga Jakarta yang terhitung jarang mengalami mati listrik, situasi ini membawa kegelisahan. Apalagi akhir pekan lalu baru ikut merasakan goyangan gempa. Di saat seperti ini, baru terasa betapa kehidupan yang modern ini sangat tergantung pada listrik. Listrik mati, internet mati. Sinyal ponsel macet, transportasi terhambat. Belum lagi kehidupan modern bernama transaksi nontunai. Listrik mati artinya tak bisa transaksi daring, tidak bisa pesan ojek daring. Kehidupan yang biasanya terasa ‘normal’ dengan listrik, jadi terguncang.

Kejadian mati listrik ini mesti kita manfaatkan sebagai momentum untuk memulai kembali dorongan soal pengembangan energi terbarukan. Sampai November 2017 silam, bauran energi terbarukan masih 12,5 persen. Padahal, negara sudah pasang target bauran energi terbarukan mencapai 23 persen pada tahun 2025. Dan ini tinggal 6 tahun lagi. Sungguh jauh dari harapan.

Listrik yang kita nikmati sehari-hari masih menggunakan energi fosil yang tidak ramah lingkungan. Cadangannya pun segera habis. Dengan begitu, kita tak perlu lagi diskusi soal betapa pentingnya listrik dari sumber energi terbarukan . Ini harus dan mesti didorong, didukung dan dikembangkan secara agresif. Ada energi matahari, air, angin, panas bumi serta bioenergi yang menanti untuk dikembangkan. Tanpa terobosan dan inovasi, maka seperti sia-sia saja kita tinggal di negara tropis dengan energi yang melimpah.  

  • PLN
  • energi terbarukan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!