OPINI
Kualitas Udara
Dinas Lingkungan DKI Jakarta menegur hampir 50 pabrik. Angka itu hampir setengah jumlah pabrik yang memiliki cerobong. Selain sanksi level pertama itu, sejumlah perusahaan kemarin juga mendapat peringatan. Bila tak ada perbaikan, siap-siap saja izin dicabut.
Pengawasan terhadap pabrik-pabrik itu dilakukan setelah Gubernur Anies Baswedan merilis Instruksi Gubernur tentang Pengendalian Kualitas Udara pada awal bulan ini. Selain soal cerobong pabrik, instruksi itu juga berisi sejumlah strategi. Mulai dari larangan penggunaan kendaraan berumur 10 tahun, pengetatan uji emisi hingga perluasan kawasan ganjil genap.
Sejumlah langkah yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta itu tentu baik adanya. Tinggal kemudian bagaimana memastikan di lapangan pemantauan pelaksanaan instruksi dilakukan. Tak boleh lagi ada kongkalingkong atau main mata sehingga pabrik atau pengemudi tak patuh pada instruksi kepala daerahnya. Termasuk di dalamnya sistem peringatan bagi warga bila kualitas udara memburuk. Seperti mesti menggunakan masker atau mengurangi aktivitas di luar ruangan.
Problem polusi udara ini bukan hanya ada di Jakarta. Itu sebab, memperbaiki kualitas udara, bukan hanya tugas pemerintah daerah. Pemerintah pusat sepatutnya juga melakukan perbaikan. Seperti misalnya memperbaiki standar baku mutu udara yang sudah 20 tahun tak berubah. Angka standar nasional saat ini adalah 65 µg/m3 (65 mikrogram per nanometer kubik). Padahal standar organisasi kesehatan dunia (WHO) angkanya adalah 25 µg/m3 (25 mikrogram per nanometer kubik).
Semalam, udara Jakarta berdasarkan situs Air Visual dan AQICN menunjukkan kualitas tidak sehat. Jadi, tiba saatnya bagi pemerintah pusat dan daerah untuk bersatu padu melawan polusi. Demi memberikan hak atas udara bersih bagi warganya.
- Anies Baswedan
- polusi udara
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!