OPINI

Menunggu 'Intervensi' Jokowi dalam Kasus Meiliana

Meiliana saat divonis kasus penodaan agama

Pekan ini banyak orang tengah bersorak gembira atas pencapaian atlet nasional di arena Asian Games 2018, yang memecahkan rekor perolehan medali emas di ajang yang sama empat tahun lalu. Selamat. 

Tapi ada kabar pahit terselip di tengah pemberitaan media soal Asian Games. Seorang warga Tanjung Balai, Sumatera Utara, Meiliana divonis 1,5 tahun penjara karena dianggap bersalah menodai agama. 

Vonis yang menimpa ibu usia 44 tahun itu menunjukan betapa berbahayanya pasal penodaan agama yang tercantum dalam KUHP.  Apalagi, pasal itu digunakan terhadap orang yang hanya mengeluh terganggu volume pengeras suara Masjid, dua tahun lalu.   

Jerat bahaya aturan penodaan agama ini sebetulnya bukan kali pertama dan tidak hanya terjadi pada masa pemerintahan Jokowi. Perkara serupa yang sempat menyedot perhatian publik ialah saat bekas Gubernur DKI, Jakarta Basuki Tjahaja Purnama divonis bersalah menodai agama. 

Setelah vonis Meiliana diputuskan, kecaman demi kecaman dilontarkan. Termasuk meminta Presiden Joko Widodo turun tangan, seperti hari ini. 

Ribuan orang menandatangani petisi online meminta Meiliana dibebaskan. Presiden Jokowi belum menanggapi desakan publik tersebut. Sedangkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla secara tegas menyatakan Meiliana tidak seharusnya dipidana. 

Istana mengklaim tidak bisa mengintervensi kasus hukum Meiliana. Pernyataan ini juga kerap dikatakan Jokowi terhadap kasus hukum lain. Dan memang semestnya begitu. 

Tetapi Presiden tidak bisa hanya diam ketika ada warga yang menghadapi ketidakadilan. Jokowi perlu memberi pernyataan politik demi rasa keadilan rakyat. Bahkan Jokowi bisa memerintahkan Jaksa Agung Prasetyo dan Kapolri Tito Karnavian untuk segera mengevaluasi para jaksa penuntut, juga penyidik yang meloloskan tuntutan terhadap Meiliana. 

Para penegak hukum itu berbuat ganjil, karena memproses hukum kasus Meiliana meski bukti yang diajukan sangat lemah. Bila tidak ada tindakan nyata pemerintah, maka keadilan dan toleransi di negeri ini tak ubahnya mie instan rasa ayam; ada rasanya tetapi tidak ada ayamnya. 

  • Meiliana
  • pasal penodaan agama
  • intoleransi
  • keluhan volume adzan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!