Minat anak bersekolah disebut semakin menurun. Penyebabnya ditengarai karena kerap berubahnya sistem pendidikan dan terjadinya kekerasan. Belum lama kisruh penerimaan siswa baru berbasis zonasi terjadi di berbagai daerah. Pun dengan kekerasan yang telah menelan korban jiwa saat orientasi murid baru.
Masalah ini berlarut tak juga bisa dituntaskan. Ganti menteri, berubah pula kebijakannya. Begitu terus, ujungnya anak yang jadi korban.
Hari ini kita memperingati hari anak. Tema besar yang diusung, "Peran Keluarga dalam Perlindungan Anak". Tapi bagaimana bisa melindungi anak bila hak anak mendapat pendidikan yang layak pun kerap tak terpenuhi.
Begitu juga dengan slogan yang dikampanyekan, "Kita Anak Indonesia, Kita Gembira". Bagaimana bisa anak bergembira, bila kekerasan dan perundungan masih terjadi di lembaga pendidikan? Lihatlah di Palembang, dua siswa sebuah sekolah meninggal pada pekan lalu diduga karena disiksa saat Masa Orientasi Sekolah (MOS).
Tentu bukan pendidikan mengerikan semacam itu yang diinginkan orang tua bagi anaknya. Itu sebab para pemangku kepentingan di bidang pendidikan juga anak mesti segera duduk bersama merumuskan cetak biru pendidikan nasional. Demi memberi perlindungan bagi hak anak mendapat pendidikan yang layak dan menggembirakan.