OPINI

Bhayangkara Pengayom

Ziarah ke makam pahlawan di HUT Polri ke-73

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat sepanjang satu tahun terakhir ada 640 lebih kasus kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian. Kekerasan itu menyebabkan jatuh korban luka hingga tewas. Angkanya juga tak main-main. Sebanyak lebih 650 orang tewas  dan hampir 250 korban  luka-luka.

Sebagian besar korban kekerasan polisi adalah kriminal. Sekitar 40 persennya adalah warga biasa seperti jurnalis, aktivis, atau mahasiswa. Peristiwa kekerasan itu  terjadi dari mulai tingkat polsek sampai polda.   

Sejumlah angka itu menjadi catatan evaluasi bagi kepolisian  yang kemarin merayakan hari Bhayangkara yang ke-73. Sebagai garda terdepan sistem peradilan pidana, polisi punya peran besar menjaga hak asasi warganya atas keamanan. Tapi kekuasaan yang istimewa itu ironinya malah bisa berujung kesewenang-wenangan. Mulai main tangan, pentung sampai salakan senjata api yang bisa mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.

Penggunaan kekerasan memang dimungkinkan dalam penegakan hukum. Tapi karena rawan disalahgunakan, penggunaannya mesti merujuk pada Peraturan Kapolri yang dibuat pada 10 tahun silam. Di sana tercantum enam tahapan hingga penggunaan senjata api untuk mencegah atau menghentikan pelaku kejahatan. Anggota bisa menggunakan pertimbangan sendiri atau diskresi saat memilih tahapan itu.  Diskresi inilah yang kerap jadi alasan hingga menyebabkan jatuh korban.

Kapolri Tito Karnavian mesti memperhatikan betul penggunaan kekuatan anggotanya. Kesewenang-wenangan apalagi hingga mengakibatkan luka atau kehilangan nyawa tentu tak bisa dibiarkan. Tentu saja prosesnya tak hanya melalui sidang etik tapi juga peradilan pidana. Demi menjamin hadirnya bhayangkara sebagai pelindung dan pengayom warga. 

  • Kontras
  • Tito Karnavian
  • Polri

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!