OPINI

Menanamkan Nilai Keberagaman

Presiden Jokowi main sulap di Hari Anak Nasional.

Peringatan Hari Anak Nasional baru saja berlangsung kemarin di Pekanbaru, Riau. Presiden Joko Widodo menjadi bintang karena atraksi sulap yang dilakukan di hadapan anak-anak. Tapi butuh lebih dari sekadar sulap untuk membuat masa depan anak-anak Indonesia lebih baik.

Riau dipilih jadi tempat perayaan Hari Anak Nasional karena di sanalah tempat nomor dua dengan kasus terbanyak untuk Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) serta pernikahan dini anak. Secara nasional, jumlah kasus hukum yang melibatkan anak terus meningkat. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan, dalam 5 tahun terakhir ada 8.200 kasus anak berhadapan dengan hukum. Belum lagi anak yang jadi korban kekerasan fisik dan psikis.

Tema peringatan tahun ini adalah ‘perlindungan anak dimulai dari keluarga’. Keluarga jadi kunci. Di situlah ditanamkan berbagai nilai yang akan dibawa si anak sampai dewasa kelak. Salah satunya, soal keberagaman. Tema ini mungkin tak pernah dibahas dulu ketika kita masih anak-anak, karena semua berlangsung secara alamiah. Tapi situasi sekarang mengharuskan nilai kebhinnekaan diajarkan kepada generasi penerus.

Isu keberagaman tak hanya soal nasionalisme dan upaya menangkal radikalisme. Tapi juga soal menghargai perbedaan fisik, kemampuan dan lainnya. Di usia anak, bullying kerap terjadi. Pelaku bisa jadi tak sadar kalau dia sudah membully, sementara si korban tak tahu harus melakukan apa. Pesan ini juga yang sempat diselipkan Presiden Jokowi: jangan mengejek atau membully teman.

Anak-anak kita adalah generasi penerus. Jika kita ingin Indonesia tetap ada, beragam, bebas korupsi, ramah anak dan sebagainya, maka nilai-nilai itulah yang harus kita tanamkan sejak sekarang.  

  • hari anak nasional
  • KPAI
  • Presiden Jokowi
  • kdrt
  • keberagaman
  • Radikalisme

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!