Korban ratusan jiwa pada 21 tahun silam nyaris sia-sia. Hilangnya nyawa dari mulai mahasiswa hingga rakyat biasa tak jelas siapa yang bertanggungjawab. Berhentinya sang tiran Soeharto dari kekuasaannya selama 32 tahun bukan akhir. Sanak, kerabat, kroni masih merajalela hingga kini.
Begitulah buah reformasi setengah hati. Tentu tak bisa dipungkiri ada banyak perubahan baik yang terjadi. Tapi, tak kurang banyaknya keburukan yang masih meruyak. Merusak hingga ke sendi-sendi bangsa ini, nyaris tanpa kita sadari.
Kala reformasi 98 tiba, sempat muncul gagasan potong satu generasi. Semangatnya adalah membersihkan royan, penyakit yang timbul setelah lahirnya sebuah generasi baru. Tentu bukan dimaksudkan untuk membalas dendam, tumpas langis atau memusnahkan hingga tak ada yang bersisa. Tapi memberi kesempatan generasi yang lebih segar dan tak terkontaminasi keburukan rezim yang puluhan tahun berkuasa.
Memasuki bulan peringatan reformasi, langkah perbaikan bisa dilakukan. Tak perlu potong satu generasi, tapi mengungkap dan menuntaskan dugaan pelanggaran HAM berat penembakan mahasiswa Trisakti dan korban kerusuhan. Kita mengawali perubahan dengan memberi keadilan bagi korban dan keluarga yang ditinggalkan. Dengan begitu satu noktah sejarah terbuka dan diperbaiki.