OPINI

"Cukup, Wiranto"

Wiranto

Dua puluh satu tahun berlalu, sejak rezim Orde Baru tumbang pada Mei 1998. Pemerintahan Soeharto runtuh setelah berkuasa 32 tahun dengan karakteristik yang jauh dari nilai-nilai demokrasi dan perlindungan hak sipil. 

Sikap otoriter, oligarki kekuasaan, pemberangusan suara rakyat, pembungkaman kritik, pengekangan kebebasan berpikir hingga kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia adalah pelajaran sangat berharga dari pemerintahan Orde Baru. Itu semua semestinya dijauhkan tumbuh lagi di masa kini.

Namun, warisan Orde Baru tak benar-benar musnah. Kebiasaan-kebiasaan rezim lama atau tumbuhnya bibit-bibit Orde Baru bisa muncul kapan saja. Seperti usulan Menteri Koordinator Politik Hukum Keamanan Wiranto tentang pembentukan Tim Nasional Pengkaji Ucapan Tokoh. Tim itu bakal mengawasi ucapan, tindakan hingga pemikiran para tokoh yang dianggap melanggar atau melawan hukum.

Rencana itu tidak hanya absurd tapi juga tidak masuk akal pemahaman negara demokrasi. Negara demokrasi adalah menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Pemerintah adalah pelaksana, pengemban amanat rakyat. Rakyat memiliki hak bersuara, termasuk mengkritik pemerintah. 

Ketika penguasa menjauh dari rakyat, membentengi diri dari kritik keras rakyat, maka pemerintah makin dekat dengan oligarki kekuasaan. Ketika itu, segelintir orang bisa menentukan semua keputusan politik bagi ratusan juta rakyat. Bibit-bibit Orde Baru yang bermunculan itu membuat demokrasi di Indonesia mandek, atau mungkin mundur. Ini mengkonfirmasi penilaian Global Democracy Index (GDI). Sejak 2013 hingga kini, Indonesia belum pernah masuk kategori negara yang menerapkan demokrasi secara penuh. Bahkan lebih sering masuk kategori negara cacat demokrasi. 

Atas nama demokrasi, wacana Wiranto harus ditolak. Kritik menyenangkan atau menyakitkan pemerintah, pemikiran apapun dari warga, adalah hak asasi yang tidak semestinya dihukum.  

  • orde baru
  • Wiranto

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!