Dua hari berturut-turut aksi teror melanda Surabaya, Jawa Timur. Seperti juga aksi di sejumlah gereja pada Ahad itu, serangan pada Senin pagi juga melibatkan anak-anak. Beberapa saat setelah bom meledak seorang anak berdiri dari hamparan tubuh dan asap di gerbang pintu masuk markas Kepolisian Surabaya.
Spontan, tak menghiraukan keselamatan diri, seorang petugas polisi berlari dan mengangkat tubuh mungil itu. Tentu ini menyalahi prosedur. Tak ada jaminan tak akan ada ledakan susulan. Tapi, demi nyawa si bocah yang diduga keluarga dari pelaku, Roni Faisal, si petugas itu, mempertaruhkan jiwanya.
Ironis. Ada orang tua yang merelakan jiwa anak-anak dan istrinya untuk melakukan aksi bom bunuh diri demi merengut nyawa orang lain. Ada petugas yang atas nama kemanusiaan mengambil risiko demi selamatnya nyawa si anak pelaku teror. Yang satu tak menghargai nyawa, sementara yang jadi target malah peduli pada kehidupan.
Dua hari ini kita melihat hilangnya akal sehat dari pelaku bom bunuh diri itu. Apapun alasannya, tak sepatutnya anak jadi korban. Pemerintah bersama tokoh agama dan masyarakat mesti segera bertindak melakukan penyadaran. Agar tak ada lagi jatuh korban dari hilangnya akal sehat.