OPINI

Solidaritas Joni dan Jeni

Ilustrasi: Korban mencari keadilan

Joni dan Jeni adalah nama samaran kakak beradik, berusia 14 dan tujuh tahun. Selama tiga tahun, dua bocah itu menjadi korban kekerasan seksual seorang predator seks, yang juga tetangga korban. 

Perkara itu sudah diadili di Pengadilan Negeri Cibinong Jawa Barat. Di pengadilan, pelaku mengakui perbuatannya. Visum dokter juga membuktikan adanya kekerasan seksual. Keterangan para saksi juga menguatkan dakwaan jaksa. Tapi hakim justru memvonis bebas pelaku. Hakim tunggal, Muhammad Ali Askandar beralasan tidak ada saksi yang melihat perbuatan pelaku. Kejaksaan Agung yang menuntut hukuman 14 tahun penjara bagi pelaku tidak terima dengan vonis bebas itu, dan mengajukan kasasi. 

Putusan hukum apa yang lebih gila dari vonis bebas bagi pelaku kejahatan seksual? Akal sehat mana yang membuat orang diam melihat korban menyaksikan predator seksual bebas berkeliaran tanpa pengadilan?

Tak heran banyak orang bersimpati dan memberikan dukungan pada Joni dan Jeni. Ribuan orang meneken tanda tangan melalui petisi Change.org, menuntut pelaku dihukum seberat-beratnya. 

Desakan juga ditujukan ke Komisi Yudisial, agar mengusut Hakim Askandar.

Dukungan ini memang tidak sebesar kasus dugaan kekerasan yang menimpa remaja Au di Pontianak sebelum pemilu lalu. Nasib tragis yang menimpa Joni dan Jeni memang kalah populer dibanding rebutan klaim siapa menang pemilu presiden. Ketidakadilan yang membelit dua bocah itu juga tidak akan mempengaruhi partai mana yang lolos ke senayan atau tidak. Tapi, semestinya semua orang terusik dengan ketidakadilan yang menimpa Joni dan Jeni. 

  • kekerasan seksual
  • Komisi Yudisial

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!