OPINI

ASN Koruptor

ASN Koruptor
Ilustrasi

Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat ada hampir 2400 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi terpidana kasus korupsi. Dari jumlah itu, seribuan belum diberhentikan dan masih tercatat sebagai pegawai sehingga masih  mendapat gaji dari negara. Itu sebab BKN mengancam akan memberikan sanksi bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang tidak segera memberhentikan pegawai yang terbukti korup tersebut.

Tampaknya ada keengganan dari PPK untuk segera memberhentikan PNS yang telah divonis dalam kasus korupsi. Seperti  ada keraguan lantaran dasar hukum pemberhentian melalui Undang-Undang ASN tengah diujimaterikan di Mahkamah Konstitusi. Salah satu pengaju kasus ini, seorang ASN di Kepulauan Riau. Dia was-was lantaran pernah dihukum 1 tahun dalam kasus korupsi. Setelah bebas Bupati mengaktifkan kembali statusnya sebagai PNS pada 2012.

Hendri, PNS Kabupaten Bintan mengajukan uji materi lantaran  ketakutan  atas munculnya Surat  Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Penegakan   Hukum Terhadap   Pegawai   Negeri   Sipil   Yang   Telah   Dijatuhi Hukuman terkait Jabatan. Keputusan yang diteken pada September tahun lalu itu lantas diperkuat Surat Edaran oleh Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang memberikan batas waktu hari ini, 30 April, bagi PPK menjalankan SKB tersebut.  Surat itu juga memuat ancaman pemberhentian bagi PPK atau Pejabat yang tidak memberhentikan dengan tidak hormat ASN yang menjadi terpidana korupsi.

Pada Kamis pekan lalu, MK menolak uji materi tersebut. Itu sebab, kita mendorong para pejabat di pusat dan daerah, segera memberhentikan dengan tidak hormat ASN yang telah berkekuatan hukum tetap dipidana dalam kasus korupsi. Agar tak bertambah kerugian negara akibat  harus membayar gaji dan tunjangan ASN yang terbukti menyelewengkan jabatannya. 

  • ASN
  • koruptor

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!