OPINI

Obral Remisi

Jokowi Obral Grasi

Belum usai polemik soal pemberian keringanan hukuman pada narapidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba’asyir, Presiden Joko Widodo  kembali dipertanyakan soal penggunaan hak istimewanya itu.

Melalui Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 2018, Jokowi memberikan remisi kepada 115 tahanan. Salah satunya untuk I Nyoman Susrama.

Susrama kena hukuman seumur hidup di Rumah Tahanan Bangli, Bali, karena membunuh wartawan Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa. Peristiwa tahun 2009 silam ini berhasil diungkap polisi meskipun pelaku berupaya keras menghilangkan jejak. Mayat korban yang dibuang ke tengah laut Padangbai, Klungkung ditemukan mengambang.

Di pengadilan Susrama terbukti menjadi dalang pembunuhan berencana. Ia membunuh Prabangsa karena terganggu oleh pemberitaan Prabangsa soal sejumlah proyek Dinas Pendidikan di Kabupaten Bangli. Salah satunya proyek pembangunan TK dan SD internasional. Susrama kala itu menjadi pimpinan proyek.

Vonis seumur hidup bagi Susrama di Pengadlan Negeri Denpasar kala itu ibarat angin segar bagi kemerdekaan pers dan upaya penuntasan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis lainnya. Karenanya tak heran jika perubahan status tahanan terhadap Susrama diprotes organisasi jurnalis sebagai langkah mundur penegakan kemerdekaan pers.

Betul, presiden bisa memberikan keringanan hukuman setelah mendapat permohonan atau rekomendasi. Tapi mbok ya o sebelum itu, Presiden juga memikirkan dampak turunan yang mungkin bisa saja jauh lebih besar. Hingga tahun lalu perkembangan di dunia jurnalisme dan media masih jauh dari kata menggembirakan. Puluhan kasus kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi di berbagi wilayah Indonesia. Jika pembunuh macam Susrama bisa mendapat keringanan hukuman, apa kabar pelaku kekerasan terhadap jurnalis yang lainnya? 

  • Jokowi
  • Abu Bakar Baasyir
  • grasi
  • Prabangsa

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!