OPINI

Terima Kasih, Gus Mus!

Ilustrasi: Gus Mus

“Mari kita sembelih sifat-sifat kehewanan pada diri kita, dan menghidupkan kemanusiaan kita.”

Begitu ungkapan yang pernah disampaikan pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah, Kiai Haji Mustofa Bisri, melalui Twitter pada September tahun lalu, saat perayaan Idul Adha. 

Kiai yang akrab disapa Gus Mus itu memang rutin menyapa dan mendoakan umat melalui tulisan-tulisan menyejukkan setiap Jumat, seperti hari ini.

Tapi pria berusia 73 tahun itu tidak hanya dikenal sebagai ulama sepuh dan penasihat ormas Nahdlatul Ulama yang berilmu agama mendalam, melainkan juga seorang pelukis, penyair, budayawan yang peka terhadap ketidakadilan dan masalah-masalah kemanusiaan.

Tutur kata dan tulisannya selalu menyejukkan, menenangkan, akrab dan gaul, meski sedang menasihati atau mengkritik. Gus Mus mengajarkan sekaligus mempraktikkan Islam sebagai ajaran ramah, bukan marah. Mempraktikkan ajaran Islam yang merangkul, bukan memukul apalagi menganggap setiap orang lain yang berbeda pendapat dan keyakinan sebagai musuh yang harus diperangi.

Sosoknya berlawanan dengan sebagian tokoh-tokoh lain yang kerap turun ke jalan dengan orasi berapi-api mengatasnamakan agama, atau provokatif di mimbar-mimbar dakwah.

Banyak orang mengakui, Gus Mus berperan besar dalam menyejukkan dan menekan ketegangan umat beragama pada saat pro-kontra Ahok dan geger pilkada Jakarta 2017 lalu. Gus Mus banyak berjasa turut merawat kehidupan bangsa yang beragam.

Itulah mengapa Gus Mus, walaupun bukan seorang aktivis, dianggap sangat layak mendapat anugerah Yap Thiam Hien Award, sebagai pejuang hak asasi manusia sepanjang 2017 lalu.

Gus Mus adalah salah satu sosok panutan, teladan dan cermin kekinian bagi umat agar tetap waras menjadi warga Indonesia. Terima kasih, Gus Mus! 

  • Gus Mus
  • Yap Thiam Hien Award
  • Ahok
  • Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!