BERITA

Pengidap HIV/AIDS di Jogja Umumnya Heteroseksual, Bukan LGBT

Pengidap HIV/AIDS di Jogja Umumnya Heteroseksual, Bukan LGBT

KBR, Yogyakarta- Mayoritas pengidap HIV/AIDS di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah pasangan heteroseksual.

Hal ini diungkapkan Wakil Gubernur DIY sekaligus Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) DIY, Sri Paduka Pakualam X, dalam Peringatan Hari AIDS Sedunia di Pendopo Dinas Kebudayaan DIY, Rabu (4/12/2019).

Menurut data KPA DIY, di Jogja ada 4.781 orang yang sudah tertular HIV. Sebanyak 1.647 orang di antaranya mengidap AIDS.

"Tujuh puluh persen pengidapnya merupakan pasangan normal (heteroseksual). Justru yang LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender), waria, PSK (pekerja seks), atau pengguna narkoba suntik persentasenya kecil," kata Sri Paduka Pakualam X, Rabu (4/12/2019).

"Stigma ini yang perlu perhatian kita bersama, karena ini seperti musuh dalam selimut," lanjut dia.


Baca Juga: Jumlah ODHA Meningkat, Kebanyakan Ibu Rumah Tangga


Mencegah HIV/AIDS Bersama-sama

KPA DIY juga mencatat kebanyakan dari pengidap HIV/AIDS di Jogja adalah perempuan dan anak-anak. Mayoritas tertular dari orang terdekatnya. 

"Bahkan data per bulan Juni 2019 pengidap HIV/AIDS juga sudah merambah pada kaum disabilitas. Di DIY ada 21 orang disabilitas yang terinfeksi HIV/AIDS," tambah Sekretaris KPA DIY, A. Riswanto, Rabu (4/12/2019). 

Untuk meminimalisir peningkatan pengidap HIV AIDS, pemerintah sudah menyediakan program pengobatan gratis melalui puskesmas atau klinik.

Ketua KPA DIY Sri Paduka Pakualam X juga mengajak masyarakat untuk terlibat aktif mencegah penularan HIV/AIDS.

"Kita perlu membuka wacana baru bahwa penanggulangan HIV/AIDS bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah. Perlu peran semua stakeholders," tegasnya. 

Editor: Sindu Dharmawan

  • hiv
  • aids
  • LGBT
  • Jogja
  • heteroseksual
  • DIY
  • KPA DIY

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!