KBR, Jakarta - Pemerintah akan membangun 1.200 hunian sementara berupa barak, untuk pengungsi terdampak gempa, likuifaksi dan tsunami di tiga daerah di Sulawesi Tengah.
Menteri Sosial, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, barak tersebut akan dihuni secara komunal, di mana diisi 10 hingga 12 kepala keluarga untuk setiap barak.
"Jadi awal sekarang di Palu yang akan kami bangun adalah huntara, yang jenisnya adalah barak. Kalau Huntara enggak. Huntara akan kami siapkan bentuknya barak, jadi satu barak itu barangkali ada 12 KK," kata Agus ditemui KBR di kompleks Gelora Bung Karno, Selasa (16/10/2018).
Agus mengatakan, pembangunan barak dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
"Setiap barak juga dilengkapi dapur dan kamar mandi," katanya.
Pemerintah, tambah Agus, sedang mengkaji tiga lokasi untuk merelokasi korban bencana likuifaksi di antaranya, Duyu, Tondo dan Pombewe.
Baca juga: Daerah-Daerah Ini Jadi Calon Lokasi Relokasi Pasca-bencana Sulteng
Pembangunan rumah tahan gempa akan dimulai segera setelah masterplan-nya rampung, lebih kurang awal 2019.
"Pemerintah memperkirakan pemulihan kembali Sulawesi Tengah pasca-gempa dan tsunami memerlukan waktu setidaknya dua tahun," kata Mensos Agus Gumiwang.
Sebelumnya, Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rudy Suhendar mengatakan telah menerima alternatif lokasi untuk merelokasi korban korban gempa, likuifaksi dan tsunami di Sulawesi Tengah.
Saat ini, lokasi tersebut sedang diidentifikasi oleh Tim dari Badan Geologi, apakah aman untuk relokasi atau tidak.
"Itu di Duyu, Talise, Sidera dan Balaroa. Itu masih alternatif ya belum ditetapkan. Itu kan baru ditunjukin sama BPN. Mungkin kita start hari ini, karena kemarin baru ditunjukin, hari ini temen-temen geologi mengidentifikasi dari segi keamanannya," katanya.
Badan Geologi, kata Rudy Suhendar, juga terus mengidentifikasi lokasi relokasi alternatif untuk pengungsi yang aman dari gempa, tsunami dan likuifaksi.
"Paling lambat dalam sebulan, pihaknya dapat mengajukan rekomendasi kepada pemerintah mengenai hal ini," katanya.
Editor: Kurniati