BERITA

KUA Rembang Sulit Tekan Angka Pernikahan di Bawah Umur

"Bulan ini saja ada tiga mempelai pengantin perempuan, rata rata baru berusia 15 tahun. Padahal mustinya batas minimal usia yang ditoleransi adalah 16 tahun."

KUA Rembang Sulit Tekan Angka Pernikahan di Bawah Umur
Ilustrasi. (Foto: bimasislam.kemenag.go.id)

KBR, Rembang – Sejumlah Kantor Urusan Agama (KUA) di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah kesulitan meredam pernikahan anak dibawah umur. Mayoritas mereka adalah anak perempuan.

Kepala KUA Kecamatan Sedan, Rembang, M Afiq Munawir mengatakan bulan ini saja ada tiga mempelai pengantin perempuan, rata rata baru berusia 15 tahun. Padahal mustinya batas minimal usia yang ditoleransi adalah 16 tahun.


Karena orang tua mempelai ngotot harus tetap mengadakan pernikahan, maka KUA sebatas menyarankan untuk mengikuti sidang dispensasi di kantor Pengadilan Agama.


"Memang di dalam Undang Undang itu ada aturan sidang dispensasi, bagi mempelai pengantin yang usianya kurang. Nanti dicek, psikologisnya bagaimana, kemampuannya, siap nggak jadi seorang ibu atau isteri," kata Afiq kepada KBR, hari Selasa (13/10).


Penjabat Bupati Rembang, Suko Mardiono menganggap masalah tersebut disebabkan karena rendahnya kesadaran masyarakat.


Ia khawatir hal itu akan berdampak negatif terhadap kondisi tumbuh kembang dan kesehatan anak perempuan.


"Karena ada tradisi yang demikian, sehingga ada perempuan tidak mendapatkan kesempatan pendidikan dari sisi formal. Selain itu dari sisi kesehatan, pernikahan dini juga kurang bagus," ungkapnya.


Suko Mardiono memperkirakan dalam setahun ada puluhan kasus pernikahan anak di bawah umur. Ia mengajak tokoh agama dan tokoh masyarakat agar memberikan pemahaman, sehingga angka pernikahan dini bisa ditekan.


Editor: Agus Luqman  

  • rembang
  • Jawa Tengah
  • pernikahan anak
  • pernikahan di bawah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!