NUSANTARA

Tokoh Hindu Tolak Komersialisasi Pura Besakih

"KBR68H, Denpasar - Penetapan Pura Besakih ke daftar Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dinilai janggal. Ketua Sabha Walaka (Dewan Pakar) Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Putu Wirata Dwikora mengatakan penetapan Besakhi ke daftar itu, tid"

Muliartha

Tokoh Hindu Tolak Komersialisasi Pura Besakih
hindu, komersiasliasi, besakih

KBR68H, Denpasar - Penetapan Pura Besakih ke daftar Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dinilai janggal.  Ketua Sabha Walaka (Dewan Pakar) Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Putu Wirata Dwikora mengatakan penetapan Besakhi ke daftar itu, tidak diawali dengan penelitian.

PHDI mendesak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mencabut Besakih dari daftar KSPN.

“Kalau menurut Undang Undang Kepariwisataan harusnya penetapan pembuatan PP KSPN ada penelitian dulu, pasal 11 atau 12, setelah penelitian harus mendapat dukungan masyarakat, kalau didukung masyarakat baru ditetapkan, ini ditetapkan dulu, masyarakat belakangan baru tahu. Ternyata ditolak. Penelitiannya ada atau tidak kita pertanyakan juga” ujar Putu Wirata Dwikora

Putu Wirata Dwikora menegaskan Pura Besakih sebenarnya hanya perlu penataan bukan ditetapkan sebagai bagia dari KSPN. Selain itu Pura Besakih juga sejak dulu telah menjadi obyek wisata dan banyak dikunjungi wisatawan dan tinggal perlu lembaga otoritas.

Tokoh agama Hindu menolak rencana memasukkan Pura Besakih dan Gunung Agung, tempat pura tersebut terletak, ke dalam daftar KSPN. Mereka khawatir spiritualitas umat Hindu akan dieksploitasi bila situs-situs tersebut dilihat sebagai kawasan komersial semata.

Pura Besakih dan Gunung Agung telah dimasukkan ke dalam daftar 88 destinasi wisata Indonesia yang akan dikembangkan selama 15 tahun ke depan.

Editor: Suryawijayanti

  • hindu
  • komersiasliasi
  • besakih

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!