KBR, Mataram- Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) berencana membangun 500 unit rumah persinggahan untuk korban gempa yang rumahnya rusak berat. Rumah persinggahan itu akan dibangun serentak di atas lahan milik warga yang puing bangunannya sudah dibersihkan.
Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Mataram, M Kemal Islam mengatakan, rumah persinggahan menjadi solusi sementara sebelum pembangunan Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) bagi warga korban gempa dimulai. Rumah persinggahan tersebut berukuran 2,5x4 meter dengan bahan dasar terpal dengan rangka bambu. Biaya pembangunan rumah persinggahan sekitar Rp1,5 juta per unit.
“Kita membersihkan lahan mereka, kita kembalikan ke lahan mereka dulu. Nah sekarang kita akan bangunkan hunian persinggahan itu di atas tanah mereka dengan menggunakan dana pemerintah daerah. Kita menggunakan bahan terpal berkualitas dengan rangka bambu. Ini muat untuk 5-6 orang. Kita bangun di atas lantai rumah mereka yang roboh," kata M. Kemal Islam, Kamis (13/09/18).
Kemal mengatakan, pembangunan rumah persinggahan menggunakan dana siap pakai sebesar Rp1 miliar dari APBD Kota Mataram. Menurutnya, pembangunan rumah persinggahan dilakukan lantaran belum ada kepastian kapan RISHA untuk warga yang rumahnya rusak berat dimulai. Selain itu, dana bantuan perbaikan rumah dari Pemerintah Pusat pun belum dicairkan.
Meski terbuat dari terpal, Kemal meyakini rumah persinggahan lebih baik dibanding tenda pengungsian darurat. Ia mengatakan, jumlah warga yang berada di pengungsian hingga Agustus lalu sebanyak 18 ribu orang. Sementara jumlah rumah rusak di Kota Mataram tercatat sebanyak 4.446 unit.
Editor: Gilang Ramadhan
“Di pertimbangan dalam putusan kasasi itu, banyak pertimbangan yang menurut kami sesat. Sehingga perlu dijadikan dasar kehilapan hakim dalam memberikan putusan yang keliru."
Program Motis bertujuan agar jumlah kendaraan roda dua dan angka kecelakaan di jalan saat mudik Idulfitri 1444 hijriyah dapat ditekan.
Perawat di Kabupaten Cirebon yang bekerja di fasilitas kesehatan milik pemerintah sendiri hingga kini masih ada yang diupah atau menerima honor sebesar Rp300 ribu per bulan.
"Kami juga meminta ke petani agar panen lebih cepat agar tanaman tidak rusak," jelasnya.
Dikatakannya, banyak warga masih memilih bertahan di rumah dengan penggunaan masker untuk mencegah gangguan pernapasan akibat debu vulkanik.
Warga memasang poster tuntutan, sebelum ada musyawarah, penambangan berhenti total, apapun alasannya.
"Ada jerat yang melekat di lehernya. Biasanya itu digunakan untuk menjerat babi, karena itu berada di kebun masyarakat,” 
"Yang paling penting adalah tidak sebatas soal minta maaf, tapi bagaimana masa depan anak-anak yang sakit itu."
"Yang harus dilakukan pemerintah adalah bukan cuma pengobatan, hidup mereka itu, seumur hidup mereka harus ditanggung oleh negara."
"Tolong tetap waspada dan jauhi daerah rawan," 
Yang terowongan bawah laut itu kan sebenarnya salah satu bentuk infrastruktur yang diputuskan supaya pembangunan jalur tol itu tidak merusak lingkungan.
Uang suap itu diberikan untuk mendapatkan hibah kelompok masyarakat (pokmas) selama 2020 hingga 2024.
"Tersangka dari kasus tambang Magelang sedang diproses,"
"Ini tadi yang langsung saya telepon kementerian untuk menyelesaikan keluhan dari para nelayan," kata Jokowi.
Belum ada kendaraan umum di waktu sepagi itu. Pada akhirnya siswa jalan kaki. Dalam kondisi jalan masih sepi dan langit masih gelap, kata Satriawan, siswa berpotensi jadi korban kriminalitas. 
Akibat penyaniayaan tersebut, korban mengalami memar pada bagian mata kanan, dan masih dirawat hingga kini. 
"Saya memohon maaf atas adanya musibah ini. Nanti untuk kepastiannya tentunya perlu ada investigasi dari Polisi Militer."
"Semua pasukan sudah insert ke Kabupaten Nduga. Tinggal terserah Egianus."
" Kemudian dari daya ledaknya ditemukan tiga panci tapi sudah hancur, kemungkinan di situ tempat menyimpan bubuk black power itu."
"Korban saat ini teridentifikasi pemilik rumah ada satu yang dalam keadaan meninggal. Kemudian tiga masih tertimbun di reruntuhan,"
