BERITA

Bawa Keranda Mayat, Petani Cilacap Tolak Pengurukan Lahan

"Demo membawa keranda mayat dilakukan petani sebagai simbol matinya keadilan"

Bawa Keranda Mayat,  Petani Cilacap  Tolak Pengurukan Lahan
Ratusan petani Bantarsari Kabupaten Cilacap bawa keranda mayat menuntut Pemda memberikan kompensasi lahan yang diuruk untuk Puskesmas, Senin (25/09). (Foto: KBR/Muhamad Ridlo)

KBR, Cilacap– Sedikitnya 200 petani Desa Bantarsari Kecamatan Bantarsari Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah  berdemonstrasi menuntut kompensasi yang kayak atas tanah garapan warga setempat yang diuruk untuk perluasan Puskesmas Banatarsari, seluas 80 ubin atau setara 1125 meter persegi, Senin (25/9/2017). Mereka membawa keranda berisi sesosok mayat yang terbuat dari jerami yang terbungkus kain mori. Lantas, mayat itu dikubur di area yang telah diuruk di Puskemas. Selain itu, petani juga memberikan puluhan ikat sayur kangkung kepada pejabat Kecamatan Bantarsari dan aparat kepolisian.

Koordinator aksi, Rajiman dalam orasinya mengatakan aksi teatrikal penguburan mayat itu adalah simbol matinya keadilan untuk petani.  Sementara, sayur kangkung yang dibagikan melambangkan bahwa tanah garapan mereka yang kini diuruk untuk pembangunan Puskesmas adalah satu-satunya lahan mereka bisa bertani.

Petani, kata Rajiman, hanya meminta agar Pemda Cilacap memberikan kompensasi seusai dengan yang dituntut warga, yakni Rp200 ribu per ubin. Adapun pengembang, hanya bersedia memberi ganti rugi sebesar Rp 100 ribu per ubin.

Dalam tuntutannya Rajiman menutut agar pemerintah tak asal main gusur tanpa kompensasi memadai, tidak mengkriminalisasi petani dan memnta bupati menyelesaikan sengketa tanah yang terjadi di Cilacap.

“Pernyataan sikap Paguyuban Tani Sri Rejeki (PTSR) Bantarsari. Satu, menolak menolak upaya-upaya penggusuran paksa lahan petani tanpa ganti rugi atau kompensasi yang layak untuk hajat petani. Kedua, menolak semua bentuk ancaman, intimidasi, kriminalisasi dan bentuk bentuk kekerasan lainnya kepada petani dalam upaya mempertahankan hak-haknya. Mendesak Bupati Cilacap segera menyelesaikan permohonan tanah menjadi milik, sesuai kesepakatan tanggal 7 Desember tahun 2000,” kata Rajiman dalam orasinya, Senin (25/9/2017).

Rajiman menjelaskan, 80 ubin tanah tersebut dimiliki oleh lima petani, yakni Nisem, Siti Purwaningsih, Surip, Wasirah, dan Suliyo. Tanah itu merupakan warisan dari para orang tua penggarap yang sekarang.

Rajiman mengemukakan, aksi damai ini adalah ungkapan kekecewaan warga yang menilai Pemda Cilacap tak berempati terhadap penderitaan petani penggarap. Dia mengaku tak mempermasalahkan nilainya. Namun, menurut dia, harus ada penghargaan terhadap petani yang telah membuka lahan dan merawat tanah itu sejak  1960-an.

Dia pun khawatir, kasus yang terjadi sekarang bakal menimpa ratusan hektar tanah petani penggarap lainnya di Bantarsari. Itu sebabnya, ratusan petani, yang merupakan anggota Peguyuban Tani Sri Rejeki (PTSR) meminta agar Pemda bersikap adil dan menyelesaikan status tanah yang kini masih menggantung atau tanpa pemilik.

Usai berorasi di lahan Puskesmas, ratusan petani lantas berkonvoi menuju Kantor Kecamatan Bantarsari. Di tempat ini, petani kembali menyuarakan asipirasinya. Kemudian, petani diterima oleh Camat Bantarsari, Kapolsek dan Komandan Koramil Bantarsari untuk bernegosiasi.

Camat Bantarsari, Budi Narimo berjanji akan mendampingi petani menuntut kompensasi yang memadai. Ia pun mengaku siap menyampaikan permintaan petani itu kepada pengembang dan Pemda Cilacap.

Editor: Rony Sitanggang

  • Camat Bantarsari
  • Budi Narimo
  • Koordinator aksi
  • Rajiman
  • keranda mayat

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!