NUSANTARA

Penyelesaian Kasus KDRT di Papua Terbentur Hukum Adat

"DPR Papua bakal memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Bumi Cenderawasih. Aturan ini akan dibuat dalam Perdasi KDRT yang sat ini sedang digodok oleh DPR setempat."

Katharina Lita

Penyelesaian Kasus KDRT di Papua Terbentur Hukum Adat
KDRT, papua, hukum adat

KBR68H, Jayapura - DPR Papua bakal memberikan efek jera bagi  pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Bumi Cenderawasih. Aturan ini akan dibuat dalam Perdasi KDRT yang sat ini sedang digodok oleh DPR setempat.


Ketua Badan Legislasi DPR Papua, Max Mirino menuturkan dalam Perdasi tersebut, peranan adat tidak dapat lagi menjadi hakim dalam kasus KDRT yang dilakukan oleh siapa pun. Perdasi ini masih dalam pembahasan berbagai pihak. Diharapkan Perdasi ini dapat ditetapkan pada akhir tahun mendatang.


“Ketika masuk ke sana, adat juga mesti menyesuaikan, bahwa tidak boleh mengintervensi. Memang barang ini sesuatu yang baru ya, jadi dia masih berbentur antara new democracy dengan adat. Selama ini bahwa laki-laki karena suami itu karena dia bilang dia sudah bayar mas kawin jadi bebas perlakuan dan ini memerlukan learning process yang kita semua harus lakukan,” ungkapnya.


Setiap tahunnya, kasus KDRT di Bumi Cenderawasih terus meningkat. Salah satu penyebab KDRT adalah minuman keras. Kebanyakan pelaku KDRT di Papua adalah laki-laki. Dalam proses pelaporannya ke polisi, kebanyakan istri yang melaporkan kasus KDRT. Namun di tengah jalan pelaporannya akan dicabut kembali, karena terbentur adat istiadat setempat. Dimana jika laki-laki sudah membayar mas kawin kepada sang istri, maka tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sang suami dianggap benar.


Alasan lainnya sang istri mencabut pelaporan di polisi, karena alasan anak-anak dan juga keutuhan keluarga. Sehingga kasus KDRT di Papua, sangat jarang yang sampai ke meja Pengadilan. 


Editor: Antonius Eko


  • KDRT
  • papua
  • hukum adat

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!