NUSANTARA

Guru PNS di Kupang Enggan Ditempatkan ke Pedalaman

"KBR68H, Kupang - Banyak tenaga pengajar berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur tidak mau ditempatkan ke daerah pedalaman. Dinas Pendidikan setempat terpaksa memberdayakan tenaga guru honorer."

Guru PNS di Kupang Enggan Ditempatkan ke Pedalaman
guru honorer, PNS, daerah pedalaman, dana BOS

KBR68H, Kupang - Banyak tenaga pengajar berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur tidak mau ditempatkan ke daerah pedalaman. Dinas Pendidikan setempat terpaksa memberdayakan tenaga guru honorer.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kupang, Titus Anin mengatakan kebijakan itu ternyata berdampak pada tersedotnya penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana BOS banyak terkuras untuk membiayai guru honorer tersebut.

"Karena kekurangan guru, kadang-kadang dana BOS ini banyak digunakan untuk honor. Sehingga kadang-kadang dalam pengolahannya juga, ya namanya tenaga honorer, orang pergi minta honor kadang-kadang juga dibayar tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Ada yang dibayar hanya 50 ribu per bulan. Padahal ini kabupaten Kupang kan dekat dengan Kota, dekat dengan provinsi. Istri pegawai negeri, suami pegawai negeri di kota Kupang. Tapi bagaimana mau tempatkan di Amfoang, bagaimana mau tempatkan dia di Takari, di pelosok sana," ujar Titus Anin.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kupang Titus Anin menambahkan, sekolah-sekolah di Kabupaten Kupang terpaska lebih banyak merekrut warga menjadi guru-guru non PNS.

Titus mengatakan, cukup banyak guru non PNS yang hanya berijazah SMA atau setara SMA. Langkah ini terpaksa dilakukan untuk mengatasi kekurangan tenaga guru PNS yang enggan ditempatkan di pelosok kabupaten Kupang.


Editor: Agus Luqman

  • guru honorer
  • PNS
  • daerah pedalaman
  • dana BOS

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!