HEADLINE

Korban Konflik Lahan Sintang Raya Surati Presiden

Korban Konflik Lahan Sintang Raya Surati Presiden
Warga Olak-olak yang mengungsi di Kantor Komnas HAM Kalimantan Barat. (Foto: KBR/ Edho Sinaga)



KBR, Pontianak – Ratusan warga korban konflik lahan di Desa Olak-olak, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat melayangkan surat ke Presiden Joko Widodo.

Hingga kini, warga dari Desa Olak-olak, Dabong, Seruat 2, Mengkalang Jambu, Mengakalang Guntung, dan Desa Sungai Selamat itu masih mengungsi di Kantor Komnas HAM perwakilan Kalimantan Barat. Mereka menginginkan Presiden Jokowi menaruh perhatian terhadap sengketa lahan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Sintang Raya (Grup Miwon) dan upaya kriminalisasi terhadap warga.

Kepala Perwakilan Komnas HAM Kalimantan Barat Kasful Anwar kepada KBR membenarkan upaya tersebut. Ia pun menjelaskan, surat warga itu berisi lima permintaan. Salah satunya, meminta pemerintah membebaskan empat petani yang ditahan di Polres Mempawah karena tuduhan penganiayaan dan pencurian buah sawit. Surat itu, menurut Kasful, ditulis langsung oleh sejumlah pengungsi yang kebanyakan adalah perempuan dan anak-anak.

Lebih lanjut ia pun menceritakan kondisi pengungsi yang kian memprihatinkan lantaran tempat penampungan yang tak layak.

"Jadi itu terdiri dari ibu-ibu, anak-anak dan orang dewasa. Mereka ini kan butuh operasional makan minum dan sebagainya, ya kami memaklumi tempat kami itukan tidak layaklah. Katakan untuk penampungan pengungsi atau orang yang meminta perlindungan, tapi karena mereka ketakutan dan tidak mau ditempat lain yang mau tidak mau kami harus menampung," ungkap Kasful kepada KBR, Sabtu (6/8/2016).

Kata dia, warga terpaksa memilih mengungsi karena merasa tak lagi aman apabila tetap tinggal di desanya. Arus kedatangan para pengungsi ini dimulai sejak Selasa (2/8/2016) lalu. Kasful mengaku tak bisa menolak kedatangan warga. Apa boleh bikin, pelataran kantornya pun kini penuh sesak dengan warga yang mengungsi lantaran takut diciduk polisi.

"Nah tadi katanya tenda mau didirikan di depan, karena melihat kondisi akan datang lagi lebih banyak," imbuhnya.

Bahkan sejumlah warga kini dalam kondisi sakit dan memerlukan bantuan medis. Kendati sebelumnya, sejumlah lembaga baik Kodam 12 Tanjungpura ataupun Pemkab Kubu Raya telah memberikan bantuan bahan makanan dan kelengkapan pengungsian lainnya.


Cerita di Pengungsian

Di pelataran Kantor Komnas HAM Kalimantan Barat, seorang perempuan bercerita kepada KBR, tentang malam-malam setelah aksi menuntut penyelesaian sengketa lahan dengan PT Sintang Raya tersebut. Nama perempuan ini Rubiyem, ia mengaku merasa lebih aman di tempat pengungsian.

"Warga resah semua, Pak. Di sana banyak aparat, bahkan ada yang salah satunya paman saya sendiri rumahnya kayak teroris sekarang, banyak targetnya terutama target utama perempuan, saya, Pak," cerita Rubiyem di sela sedu tangis.

Anak-anak, kata dia, kini tak lagi bisa sekolah lantaran ketakutan. "Rumah saya sudah tiga malam dijaga aparat terus, Pak. Jadi kami nggak berani pulang anak gak sekolah, takut Pak. Penangkapan mereka kayak gak punya perasaan," lanjutnya.

Pengepungan rumah warga dan hilir mudiknya aparat dalam jumlah besar bukannya menciptakan rasa aman tapi malah sebaliknya. Itu sebab, menurut Rubiyem, warga mengungsi dan menyurati Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan jaminan perlindungan. Di tempat pengungsian pun, dia mengaku masih was-was karena merasa terus diawasi polisi.

Kasus sengketa lahan dengan anak perusahaan Miwon Group ini berujung pada penangkapan sejumlah warga. Hingga akhirnya Gubernur Kalimantan Barat Cornelis buka suara. Ia mengatakan, apabila kasus ini tak mampu diselesaikan pemerintah kabupaten maka pihaknya yang akan mengambil alih.

Setelahnya, Pemerintah Kabupaten Kubu Raya mencoba menyelesaikan dengan mengambil langkah mediasi. Namun dua kali berlangsung, mediasi buntu. Belakangan warga malah menolak hadir lantaran menganggap pemerintah daerah lebih berpihak ke perusahaan dan, tak punya itikad menemukan solusi yang adil.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/08-2016/konflik_tanah__ratusan_warga_kubu_raya_minta_perlindungan__komnas_ham_/83631.html">Ratusan Warga Minta Perlindungan Komnas HAM</a></b> </li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/08-2016/warga_olak_olak_tolak_mediasi_kedua_ala_pemkab_kubu_raya/83760.html">Alasan Warga Tolak Mediasi</a></b> </li></ul>
    

    Menyikapi kecurigaan itu, Wakil Bupati Kubu Raya Hermanus menyangkalnya. Ia berdalih, undangan pertemuan tersebut murni untuk mencari solusi sengketa lahan antara warga dan perusahaan.

    "Pada pertemuan ini, termasuk Kepala Desa Olak-olak (yang sudah ditahan polisi) sebenarnya kami undang juga, termasuk dari LSM AGRA juga kita undang, tapi kita juga mempertanyakan kenapa niat baik kita untuk menyelesaikan persoalan ini mereka tidak datang, sementara pemerintah ini terus terang memediasi, memfasilitasi tidak berpihak kepada salah satupun," jelasnya.

    "Intinya kita punya semangat yang sama untuk menyelesaikan persoalan ini agar tidak berlarut-larut," kata Hermanus saat ditemui usai mediasi kedua di Sungai Raya, Kamis (4/8/2018).


    Komnas HAM Gelar Investigasi

    Sementara pihak PT. Sintang Raya malah menuding penolakan warga saat upaya mediasi tersebut akibat provokasi LSM Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA). Padahal Juru Bicara PT Sintang Raya, Iskandar mengaku siap menaati aturan yang ditetapkan dalam mediasi oleh pemerintah kabupaten.

    "Mereka ini sudah beberapa kali melakukan hal yang sama, terutama waktu pertemuan di Kantor Camat tanggal 10 Maret 2016, merekapun hadir namun tidak mau tampil ke depan, begitu waktu ditanya sama Kesbangpol, apakah ada yang datang atau hadir baik dari STKR (Serikat Tani Kubu Raya) ataupun AGRA mereka gak berani angkat tangan," paparanya.

    Iskandar pun melanjutkan, "kemudian seperti Kepala Desa Olak-Olak dan Pelita Jaya, membuat pengaduan ke Gubernur, dan Gubernur merespon mengadakan rapat, waktu itu 17 instansi diundang, semua instansi hadir tetapi malah Kepala Desa itu gak datang. Jadi sebenarnya mereka semua ini sudah difasilitasi termasuk hari ini, cuma sengaja mereka tidak datang atau tidak hadir".

    Tuduhan ini direspon Ketua AGRA Kalimantan Barat, Wahtu Setiawan dengan membeberkan sejumlah fakta dan data terkait kasus sengketa lahan ini.

    "Persoalan di Sintang Raya tidak hanya soal 5 hektar saja, melainkan ada take over dengan perusahaan lain yang tidak diberitahu ke masyarakat. Kami tidak menghadiri mediasi karena pertama mediasi itu mencari kambing hitam, kalau kami kembalikan ke petani, ke masyarakat kami sama sekali tidak punya kepentingan. Apa yang menjadi kepentingan petani itu kepentingan AGRA," ungkapnya.

    Baca juga: Polisi Bantah Sweeping Warga Olak-olak

    Wahyu menambahkan, tudingan perusahaan tersebut hanya berusaha mengaburkan persoalan yang lebih mendasar dari konflik lahan ini. Yakni perampasan hak tanah petani, perusahaan yang tidak transparan dan pelanggaran prosedur penangkapan serta pengamanan oleh kepolisian.

    "Kami sepakat bersama masyarakat kemarin itu tidak menghadiri pertemuan ditingkat Kabupaten melainkan langsung ke Provinsi dan meminta Komisi 1 (DPRD Kalbar) untuk memediasi persoalan ini. Karena kami menilai di situ (Pemkab) tidak netral. Nah sebenarnya sekarang ini, siapa yang membuat resah? Masyarakat kalau tidak diambil haknya tidak akan mungkin seperti itu (mengungsi)," papar Wahyu saat dihubungi KBR, Sabtu (6/8/2016).

    Sengkarut lahan antara PT. Sintang Raya dan warga ini coba diurai oleh Komnas HAM Kalimantan Barat. Menurut anggota Komnas HAM perwakilan Kalbar Kasful Anwar, kini investigasi tengah berlangsung. Bahkan kata dia, rencananya, perwakilan Komnas HAM pusat akan datang ke Pontianak pada Selasa (9/8/2016) pekan depan untuk meninjau langsung kondisi pengungsi dan merumuskan sejumlah rekomendasi atas konflik lahan ini.


    Lima Permintaan Warga

    Untuk menyelesaikan konflik lahan ini, Warga Desa Olak-olak pun mengirimkan surat ke Presiden Joko Widodo. Berikut lima permintaan warga dalam surat tersebut:

    1. Meminta pemerintah membebaskan empat petani yang ditahan polisi Mempawah.

    1. Menghentikan intimidasi dengan menebar teror.

    2. Menolak keberadaan aparat kepolisian di sejumlah desa di Kecamatan Kubu sehingga menciptakan ketakutan di tengah warga

    3. Melaksanakan keputusan Mahkamah Agung Nomor 550-K/TUN/2013 tentang pembatalan sertifikat HGU Sintang Raya seluas 11.129,9 Hektar.

    4. Mengembalikan tanah petani yang dirampas oleh PT. Sintang Raya baik secara personal maupun tanah secara kolektif.





    Editor: Nurika Manan

  • Konflik lahan
  • Olak-olak Kubu
  • warga Olak-olak
  • Kepala Perwakilan Komnas HAM Kalbar Kasful Anwar
  • kabupaten Kubu Raya
  • PT Sintang Raya

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!