BERITA

UPC: Seharusnya Ahok Lebih Sabar Tangani Warga Kampung Pulo

" Aktivis UPC Wardah Hafidz mengatakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak mengakomodasi keinginan warga untuk berdialog dalam upaya penyelesaian ganti rugi. "

Asrul Dwi

UPC: Seharusnya Ahok Lebih Sabar Tangani Warga Kampung Pulo
Polisi berjaga di lokasi penggusuran rumah warga di Kampung Pulo, Jakarta, Kamis (20/8/2015).(Foto: KBR/Ninik Yuniati)

KBR, Jakarta - LSM Konsorsium Masyarakat Miskin Kota (Urban Poor Consortium/UPC) menilai pemerintah DKI Jakarta bertindak otoriter ketika menggusur warga Kampung Pulo, Jakarta Timur.

Aktivis UPC Wardah Hafidz mengatakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak mengakomodasi keinginan warga untuk berdialog dalam upaya penyelesaian ganti rugi.


Seharunya Ahok lebih sabar dan membuka komunikasi dengan warga sehingga cara kekerasan seperti bentrok antara Satpol PP dan warga yang terjadi pada pada hari ini.


"Perbedaan itu bisa dipecahkan tanpa harus melalui kekerasan. Kalau tidak salah, menurut Undang-undang, warga yang sudah tinggal lebih dari 15 atau 20 tahun, punya hak untuk mengajukan kepemilikan tanah ke BPN. Jadi dialog bisa dimulai dari situ. Pasti ada titik temu tanpa harus menggunakan Satpol PP dan Buldoser," kata Wardah Hafidz.


Aktivis UPC Wardah Hafidz menambahkan selama ini Ahok menutup pintu akses dialog warga. Padahan warga sudah berinisiatif membuka dialog itu, bahkan bertemu dengan Presiden Joko Widodo.


Selain itu, Pemerintah DKI Jakarta sebenarnya masih bisa menata Kampung Pulo tanpa harus merelokasi warga yang sudah tinggal puluhan tahun di daerah itu. Pemukiman warga masih dimungkinkan untuk mundur 5 meter dari bibir sungai.


Editor: Agus Luqman 

  • Kampung Pulo
  • penggusuran warga kampung pulo
  • Jakarta
  • Basuki Tjahja Purnama
  • Wardah Hafidz
  • UPC

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!