NUSANTARA

Terancam Dibui Karena Sawit

"Perusahaan datang dan menanam sawit di kebun karet milik Fransiskus."

Mongabay-Green Radio

Terancam Dibui Karena Sawit
mongabay, karet, sawit

Ini adalah kali kesekian Fransiskus harus hadir di persidangan. Wajah petani usia 35 tahun ini lelah karena letih menempuh perjalanan jauh dengan motor dari Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, menuju pengadilan di Sintang. Kabupaten Melawi adalah pemekaran dari Kabupaten Sintang, jadi belum punya lembaga peradilan sendiri. 


Dia tengah menghadapi tuntutan tiga bulan penjara oleh jaksa karena dianggap merusak kebun sawit milik PT Citra Mahkota. 


Karet vs sawit 


Fransiskus adalah seorang petani. Ayah dua anak ini menanam karet di lahan yang diberikan oleh kakak iparnya, di Desa Lenggkong Nyadom, Kecamatan Ella, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Pada 2012, PT Citra Mahkota (CM) datang dan menanam sawit di lahan tersebut. 


Kesal lahannya diserobot tanpa ganti rugi, Fransiskus lantas menebas tujuh batang sawit milik PT CM. “Permintaan ganti rugi tak juga dibayar padahal sudah disepakati sebelumnya,” kata Fransiskus. 


Fransiskus mengaku tak pernah menyerahkan lahannya kepada perusahaan tersebut. Penanaman sawit pun dilakukan tanpa izin ahli waris. Fransiskus sudah beberapa kali melayangkan tuntutan ganti rugi, yaitu pada Juni 2012 dan Januari 2013 lewat istrinya, Dina Mariana Juati. 


Total ada 1500 poon karet yang dirusak di atas lahan seluas 16,29 hektar. Namun perusahaan menolak pembayaran ganti rugi karena mengaku sudah membayar ganti rugi kepada Linyang Cs, kakak ipar Fransiskus. Surat disampaikan pada April 2013. Fransiskus tak puas dan tetap menuntut ganti rugi. Pada Desember 2013, perusahaan berjanji menyelesaikan tuntutan ganti rugi. “Namun saya kecewa, janji perusahaan tak ditepati sampai sekarang.”


Fransiskus lantas melaporkan PT CM ke Polsek Ella Hilir pada 27 Januari 2014. Laporan tak kunjung ditanggapi, baik oleh perusahaan maupun polisi. Fransiskus meradang, lantas  menebas tujuh batang sawit di kebun karet miliknya. Ganti rugi akhirnya disepakati pada 16 Januari 2014. Total nilai ganti rugi adalah Rp 45 juta rupiah lebih untuk ganti rugi tanaman karet dan lahan. 


“Proses ganti rugi sudah disepakati, tapi mereka tidak bayar. Saya malah mendapat panggilan dari Polsek Ella Hilir karena merusak. Padahal, saya sudah melaporkan kasus penyerobotan lahan ke polisi,” sesalnya.


Persidangan


Tanggal 12 Agustus 2014, Fransiskus membacakan pledoinya. Sang istri, Maria Magdalena mengatakan, perbuatan Fransiskus tidak berdiri sendiri, tapi dipicu ulah PT CM yang tidak juga membayarkan ganti rugi. 


“Tidak tepat jika kasus ini dikategorikan perbuatan yang sengaja melawan hukum. Sebelum merusak, terdakwa sudah berulang kali menyurati perusahaan dan mengingatkan agar segera menyelesaikan ganti rugi. Perbuatan terdakwa menebang tujuh pohon sawit milik PT. CM juga tidak mengakibatkan musnah atau hilangnya bentuk sawit. Buktinya, pohon sawit yang ditebas terdakwa tumbuh hidup kembali seperti semula,” bebernya.


Kuasa hukum Fransiskus, Maria Magdalena mengatakan, selama mengikuti persidangan kliennya tidak pernah didampingi pengacara. Dia baru mendampinginya di persidangan pada saat pembacaan pledoi. “Kkasus ini mengandung unsur sebab akibat. Fransiskus menebang sawit karena perusahaan menyerobot lahan dan tidak membayar ganti rugi. Untuk itu, Fransiskus layak dibebaskan. Pun, jika harus dihukum, pihaknya minta hanya hukuman percobaan,” ucapnya.


Manager PT. CM, Candra Yuda Mulya membantah perusahaannya belum membayar ganti rugi lahan yang disengketakan Fransiskus. Ia mengaku ganti rugi lahan sudah dibayar. “Tidak mungkin kami menggarap tanpa membayar ganti rugi. Lahan tersebut sudah diserahkan dan dibayar secara bersamaan,” kilahnya.


Menurutnya, permintaan Fransiskus soal ganti rugi, tidak serta-merta langsung dikabulkan karena harus diverifikasi terlebih dahulu. “Persoalan tersebut mengemuka saat lahan sudah diterasering oleh perusahaan. Di saat perusahaan menanam sawit, Fransiskus juga menanam karet. 


“Kasus ini kami serahkan ke proses hukum,” tukasnya.


Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aan mengatakan, Fransiskus didakwa pasal 406 KUHP dengan tuntutan tiga bulan penjara. “Fransiskus didakwa melakukan perusakan sawit milik perusahaan. Soal klaim tanah, itu kasus perdata,” jelasnya.


Mengenai tuntutan yang hanya tiga bulan, Aan mengakui jumlah tujuh batang sawit yang ditebang pertimbangan JPU. “Makanya dituntut ringan, kasus perusakan biasanya dituntut hukuman maksimal 2 tahun,” ucapnya.


Tulisan ini adalah kerjasama Mongabay dan Green Radio



  • mongabay
  • karet
  • sawit

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!