NUSANTARA

Tak Terima Ganti Rugi, Pria ini Justru Berakhir di Penjara

"Di Sintang, Kalimantan Barat, lahan Yustinus diambil untuk kebun kelapa sawit."

Tak Terima Ganti Rugi, Pria ini Justru Berakhir di Penjara
Sintang, Mongabay, kelapa sawit

Sudah setengah bulan ini Yustinus mendekam di penjara. Ia masuk bui lantaran ketahuan menebang pohon sawit milik PT Duta Agro Prima di Sintang, Kalimantan Barat. 


Kasat Reskrim Polres Sintang Alber Manurung mengatakan, Yustinus ketahuan sudah menebang tanaman kelapa sawit dua kali. “Pertama dilakukan tahun 2013 lalu bersama bapaknya. Waktu itu perusahaan tidak memperkarakan pelaku ke ranah hukum. Aksi yang sama kembali dilakukan tahun 2014, sawit yang ditebang jumlahnya sekitar 400-an batang,” beber Alber. Korban diduga menebang sawit sebagai bentuk protes dalam menuntut ganti rugi lahan kepada perusahaan. 


“Pelaku protes karena lahannya belum diganti rugi, makanya ia mengulang aksinya tahun ini. Kita upayakan mediasi antara kedua belah pihak karena kasus ini berpotensi menyulut konflik lebih besar,” sambung Alber.


Ini adalah satu di antara banyak kasus konflik antara warga dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang. “Setelah diupayakan mediasi biasanya laporan dicabut.”


Kuasa hukum Yustinus, Maria Magdalena mengungkapkan kliennya melakukan tindakan tersebut kerena PT. DAP sudah mencaplok lahan milik Yustinus. Sebelumnya, Yustinus sudah menanam ratusan batang karet.  “Memang benar Yustinus menebangi sawit milik perusahaan. Tapi, tindakan itu dilakukan karena perusahaan menanam sawit di atas lahan miliknya,” katanya.


Perusahaan kebun sawit sempat mencoba mekanisme jalan adat untuk menyelesaikan kasus, tanpa membawanya ke meja hijau. Tapi Yustinus tidak menanggapinya. Langkah lain yang tengah diupayakan adalah mediasi antara kedua belah pihak, meski belum jelas kapan mediasi akan dilakukan. 


Bila perusahaan ngotot tetap mambawa kasus Yustinus ke meja hijau, Maria balik mengancam akan memperkarakan perusahaan ke jalur yang sama. “Karena, pihak perusahaan sudah merusak tanaman karet milik klien kami,” tegasnya.


Konflik dengan masyarakat adat 


Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sintang, Fransiskus Ancis mengatakan masuknya investasi kerap bersinggungan dengan masyarakat adat. “Ini fakta yang tak bisa dibantah, masalah yang muncul kadang terkait adat maupun hukum negara,” bebernya.


Untuk mencegah konflik, AMAN selalu mendorong supaya semua pihak menyiapkan diri sebelum investasi masuk ke suatu daerah. “Kesiapan masyarakat adat harus diperhatikan, hak mereka harus dilindungi, kewajiban perusahaan harus dijalankan. Dan paling penting, perusahaan harus transparan dengan masyarakat,” tegasnya.


Di Bumi Sintang, ada sekitar 60 kasus investasi yang terjadi dalam rentang waktu 2012-2013. Yustinus adalah kasus pertama tahun 2014. Dari sejumlah kasus yang sudah terjadi, sanksi hukum yang diterima masyarakat berbeda-beda – ada yang mendapatan putusan tetap atau kena wajib lapor. Namun sebagian besar kasus berakhir dengan tidak jelas. Artinya, ketika masyarakat dilaporkan, diproses, kemudian wajib lapor ke kepolisian, statusnya tidak jelas. Mereka tidak tahu kasusnya P21 atau tidak, karena wajib lapor terus menerus. Ini yang agak aneh, karena tanpa ada tahapan dalam proses hukum, mereka kerap diminta wajib lapor.


Karena itulah, kata Ancis, pemerintah mesti terlibat penuh untuk menyelesaikan konflik investasi yang bisa muncul. Ini bisa dilakukan dengan menjalankan peraturan yang ada. 


Tulisan ini hasil kerjasama Mongabay dan Green Radio


  • Sintang
  • Mongabay
  • kelapa sawit

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!