NUSANTARA

Skola Lipu, Supaya Masyarakat Adat Tak Ditipu

"Rumah Komunitas Tau Taa Wana terpencil di belantara hutan Sulawesi Tengah."

Skola Lipu, Supaya Masyarakat Adat Tak Ditipu
komunitas adat, sekolah, Sulawesi, Mongabay

“Jika turun ke kota menjual hasil bumi, Komunitas Adat Tau Taa Wana kerap merugi karena tidak paham hitung menghitung,” kata Manajer Lapanang Yayasan Merah Putih, Badri Djawara. 


Ini adalah salah satu alasan baginya untuk mulai memperkenalkan pendidikan alternatif kepada komunitas adat yang hidup di belantara hutan Sulawesi Tengah sejak 2005. Saat ini mereka tersebar di Kabupaten Tojo Una-una, Banggai dan Morowali. 


Sekolah ini berdiri setelah ada diskusi panjang lebar dengan masyarakat Tau Taa Wana di rumah adat mereka. Dari hasil diskusi, terungkap juga kalau mereka kesulitan mengakses layanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan ekonomi karena mereka tinggal di daerah terpencil. Sekolah terdekat adalah SD Desa Bulan Jaya – untuk ke sana butuh dua jam jalan kaki tanpa infrastruktur yang memadai, melewati bukit dan sungai. Anak-anak dari komunitas ini pun tak terbiasa memakai sepatu, sehingga kesulitan beradaptasi di sekolah. 


Dari hasil diskusi, muncullah konsep Skola Lipu dengan konsep pendidikan alternatif, yang sifatnya informal, tak punya gedung, tak ada tenaga guru berijazah serta murid yang tak berseragam. Skola Lipu resmi berjalan sejak tahun 2010. Setahun berikutnya, Bupati Tojo Una-una Damsik Ladjalani menandatangani Perbup yang mengakui dan melindungi penyelenggaraan Skola Lipu pada masyarakat adat Tau Taa Wana. 


Sekolah ini tak sekadar mengajarkan kemampuan baca, tulis, dan berhitung, tapi sekaligus mengembangkan nilai budaya, kearifan lokal dan pelestarian lingkungan. Lokasi belajar pun bisa di mana saja, mulai dari kolong rumah ladang atau sambil menumbk padi, dengan guru sebagai teman belajar mereka. 


Hingga saat ini, sudah ada sembilan Skola Lipuyang dikembangkan di daerah Sungai Bulang.


Tulisan ini kerjasama Green Radio dan Mongabay




  • komunitas adat
  • sekolah
  • Sulawesi
  • Mongabay

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!