NUSANTARA

Mendongkrak Pamor Kerbau Rawa di OKI

Mendongkrak Pamor Kerbau Rawa di OKI

Desa Riding, Kecamatan Tulungselapan adalah salah satu sentra peternakan kerbau rawa (Bubalus bubalis) dengan jumlah ternak mencapai seribu ekor. Kerbau rawa berkembang biak dengan pesat di lahan basah, yang mendominasi 75 persen wilayah (769 ribu hektar) di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) di pesisir timur Sumatera Selatan. 


Sebagai sentra peternakan, jumlah kerbau di Desa Riding mencapai sekitar 1000 ekor. Jumlah ini masih lebih sedikit dibandingkan 10 tahun lalu, yaitu sekitar lima ribu ekor. Penurunan disebabkan karena makin banyaknya areal rawa yang dimanfaatkan menjadi kebun sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Penyebab lain adalah kalah pamornya daging kerbau dibandingkan sapid an ayam potong, sehingga rawa yang tersisa lebih sering dimanfaatkan untuk lahan pertanian ketimbang untuk beternak kerbau. 


Mei lalu, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memastikan diri akan serius mengembangkan peternakan kerbau di Kabupaten OKI dan Kabupaten Banyuasin. “Dalam waktu dekat akan dikembangkan peternakan kerbau di Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten OKI. Kita akan dibantu tenaga ahli dari Italia,” kata Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin. 


Ini menyusul keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 73/2013 yang menegaskan fungsi rawa sebagai lahan ketahanan pangan dan pengendalian emisi. Lewat langkah ini, Gubernur Alex ingin memberikan harapan baru bagi masyarakat di Kabupaten OKI atau kabupaten lain dengan areal rawa yang luas. Di Sumatera Selatan sendiri, total luas lahan rawa mencapai 600 ribu hektar. 


Alex menambahkan, ada rawa pasang surut dengan luas 584 ribu hektar di pantai timur yang berpotensi sebagai peternakan kerbau. “Baru 34 persen yang dimanfaat,” terangnya. Ia berharap langkah ini mendapat dukungan dari semua pihak. 


Rawa vs sawit


Pada 1997-1998, hampir separuh rawa gambut di Kabupaten OKI terbakar, yaitu seluas 17-27 juta hektar rawa gambut dan rawa air tawar yang terbakar. Sebelum terbakar, rawa gambut di OKI selama puluhan tahun telah mengalami degradasi akibat penebangan kayu, baik legal maupun ilegal, serta aktivitas pertanian dan perkebunan rakyat.


Pada 2004, rawa gambut terbakar itu dijadikan hutan tanaman industri seluas 586.975 hektar, dengan tanaman tanamannya akasia, sebagai bahan baku kertas, dan bakau (Bruguiera conyugata). 


Rawa yang tersisa kini akan difokuskan untuk peternakan kerbau. Di Desa Riding, misalnya, terdapat lahan basah dan lebak pematang. Saat kemarau, lahan lebak pematangnya menjadi padang rumput subur yang baik untuk pakan ternak. Saat penghujan, kerbau-kerbau yang sudah ratusan tahun beradaptasi dengan rawa itu, mampu makan rumput dalam air.


“Kurangnya rumput sebagai pakan ternak kerbau akibat lebak pematang terlalu lama kering kala kemarau panjang,” kata 

Dr. Benyamin Lakitan, pakar lahan rawa lebak dari Universitas Sriwijaya, seperti dikutip dari laman pribadinya


Dukungan pemerintah 


Luasan hutan dan rawa-rawa yang berkurang di Sumatera Selatan membuat kerbau liar sulit ditemukan. Kerbau jinak atau yang diternakan masyarakat jumlahnya pun berkurang. Padahal, daging maupun susu hewan yang populasinya berkembang di Indonesia, India, Pakistan, Bangladesh, Nepal, Vietnam, Bhutan, Cina, Thailand, Taiwan dan Filipina, memiliki kandungan protein yang tinggi. Sebagai sumber pangan, kerbau memiliki potensi yang besar, beratnya mencapai 300-600 kilogram per ekor.


Karena itu rencana Pemprov Sumsel mengembangkan peternakan kerbau disambut baik Spora Institute. 


“Pemerintah juga harus memikirkan persoalan modal petani, pemasaran daging, maupun susu kerbau,” kata JJ Polong, Direktur Spora Institute. 


Polong mengusulkan pembentukan kelompok tani mengingat peternakan kerbau lebih banyak dimiliki perorangan karena keterbatasan modal. “Dengan adanya kelompok tani, hasilnya bisa dinikmati bersama,” katanya.


Pemerintah juga diminta ikut berperan dalam mengembangkan pasar. “Percuma kalau banyak dihasilkan susu dan daging kerbau, tapi pasarnya tidak ada. Sebab, daging dan susu kerbau kalah bersaing dengan daging dan susu sapi,” ujarnya.


Tulisan ini hasil kerjasama Mongabay dengan Green Radio

  • kerbau rawa
  • Ogan Komering Ilir
  • OKI
  • Mongabay

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!