NUSANTARA

Demi Lahan Parkir, Pohon Ditebang

"Pohon sudah berusia belasan tahun."

Demi Lahan Parkir, Pohon Ditebang
taman kota, palu, mongabay

Ketika Iwan Fals menanam ribuan pohon di Tugu Perdamaian di Kota Palu, apa yang terjadi di tengah kota justru sebaliknya. Pohon-pohon di taman kota Bundaran Jalan Sultan Hasanuddin ditebang, demi membangun tempat parkir. Taman ini disebut sebagai “Taman Nasional” oleh warga setempat, letaknya persis di tengah kota. 


Aktivis lingkungan Muhammad Isnaeni Muhiddin mengatakan kalau taman kota adalah salah satu prioritas pemerintahan Kota Palu, sesuai amanat dalam UU Nomor 26/2007 tentang tata ruang, yaitu menyediakan ruang terbuka hijau 30 % dari total wilayah kota. 


 “Ini tidak bisa dibiarkan. Pohon-pohon itu sudah besar dan menjadi ruang terbuka hijau di Kota Palu. Ini malah ditebang,” kata Neni, panggilan akrabnya.


Neni meradang lantaran sebelumnya Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu berjanji tidak akan melakukan penebangan pohon di taman kota. “Masa pohon harus mengalah sama kendaraan?”


Pohon yang ditebang di antaranya adalah johar dan mahoni, yang dikenal sebagai pohon pelindung, berusia belasan tahun. 


Iwan Lapasere, salah seorang warga kota Palu mengatakan, sekitar tahun 80-an dan 70-an, Taman Nasional ini sering dipakai sebagai tempat upacara kemerdekaan. Pohon-pohon sebagai tempat berteduh dan tempat yang nyaman untuk anak-anak bermain.


“Waktu saya kecil, saya sering bermain di taman itu. Pohon-pohonya sudah ada. Sekarang pohon sudah ditebang hanya untuk dijadikan tempat parkir. Ini sama saja dengan membunuh memori kami,” ungkap Iwan.


Wakil Walikota Palu, Mulhanan Tombolotutu, mengaku kaget dengan penebangan pohon di taman kota. Kata dia, tidak ada koordinasi dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu. 


Mulhanan justru menegaskan kalau Kota Palu sangat kekurangan ruang terbuka hijau, padahal Palu memiliki konsep kota hijau berkelanjutan. 


“Saya kaget mendengar kabar ini. Tapi saya sudah minta kepada Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk segera membatalkan rencana pembuatan lahan parkir di taman kota. Kalo membuat parkir, harus di luar taman,” kata Mulhanan.


Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu, Sumardi, beralasan, hanya satu dua pohon yang ditebang, itu pun demi kepentingan publik. “Kita mau buat lahan parkir supaya kendaraan pengunjung tidak ganggu lalu lintas.”


Senin (18/8) sejumlah aktivis menggelar aksi dengan berpakaian hitam-hitam. Neni bersama rekan-rekan yang peduli dengan taman kota menggelar mimbar bebas. Mereka berorasi dan bermain musik menentang peralihan ruang tersebut. Namun di belakang mereka, truk berisi pasir terus melakukan penimbunan. Bunga-bunga yang tadinya menghiasi taman itu pun hilang.


“Ini bukan persoalan pohon, tapi peralihan ruang terbuka yang susah payah dibangun, namun dirusak hanya untuk dijadikan tempat parkir. Padahal di Kota Palu, yang kami tahu ruang terbuka hijau baru 10 persen. Sementara yang diamanatkan oleh undang-undang minimal 30 persen,” kata Neni berorasi.


Syahrudin Douw, Direktur Jatam Sulteng yang ikut dalam aksi itu mengatakan, selama dua puluh tahun tinggal di Kota Palu, ia ikut merasakan bagaimana pohon-pohon di taman itu memberikan dampak terhadap lingkungan.


“Tata ruang di Kota Palu tidak diatur dengan baik. Makin banyak kendaraan, kota makin semrawut. Sementara ruang terbuka seperti ini semakin kecil,” kata Etal, panggilan akrabnya.


Rahmat Saleh, akademisi dari Universitas Tadulako dan juga pemerhati tata ruang mengatakan taman kota ini sarat dengan nilai sejarah. 


Menurutnya, pemerintah kota tidak memiliki perencanaan yang matang dalam mengatur tata ruang. Sebab, tidak memiliki sistem zonasi. Padahal, pemerinta kota menurutnya bisa membuat konsep jejaring hijau, misalkan dengan membuat kanopi yang menghubungkan satu ruang terbuka hijau dengan ruang terbuka hijau lainnya.


“Selain itu, kalau alasannya pemerintah bahwa tidak ada lahan parkir, harusnya dibuat semacam konsep berbagi parkir. Misalkan kendaraan bisa parkir di halaman gedung juang atau di halaman lainnya,” katanya.


Dalam aksi mimbar bebas tersebut, para pencinta lingkungan ikut menanam bibit pohon di lokasi yang sudah ditimbun pasir. Penanaman itu sebagai bentuk protes terhadap pembangunan lahan parkir di taman kota.


Tulisan ini adalah hasil kerjasama Mongabay dan Green Radio

  • taman kota
  • palu
  • mongabay

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!