NUSANTARA

Eskalasi Konflik Papua Meningkat 25 Tahun Terakhir

"Konflik Papua ada bukan setelah adanya Otonomi Khusus atau Otsus dan pemekaran. Namun, sejak dahulu embrionya sudah ada."

Arjuna Pademme, Astri Septiani

Eskalasi Konflik Papua Meningkat 25 Tahun Terakhir
Ilustrasi: Personel TPNPB dengan senjata di Intan Jaya, Papua. (TNPB News)

KBR, Jayapura- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM perwakilan Papua, menyatakan eskalasi konflik di Papua terus meningkat dari tahun ke tahun.

Kepala Kantor Komnas perwakilan Papua, Frits Ramandey menyebut sejak 25 tahun terakhir eskalasi konflik di Bumi Cenderawasih terus meningkat.

Menurutnya, konflik Papua ada bukan setelah adanya Otonomi Khusus atau Otsus dan pemekaran. Namun, sejak dahulu embrionya sudah ada.

Kata dia, embiro konflik bersenjata di Papua muncul sejak Organisasi Papua Merdeka (OPM) dibentuk pada 1965. Setelah itu, OPM membentuk sayap militer bernama Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

"Sebenarnya konflik bersenjata itu sudah ada jauh sebelum ada otonomi khusus. Embrionya adalah organisasi Papua merdeka lalu punya sayap militer yang namanya TPNPB. Potensi-potensinya sudah, sekarang itu soal ekalasi. Kita belajar dari 25 tahun pertama, eskalasinya begitu meningkat," kata Frits Ramandey, Selasa, (19/7/2022).

Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan meski embrio konflik Papua sudah ada sejak dahulu, namun eskalasi konflik meningkat setelah ada Otsus dan terjadi pemekaran wilayah di sana.

Situasi ini diperparah dengan maraknya perdagangan senjata api dan amunisi ilegal di Papua.

Katanya, pemerintah memang perlu memikirkan bagaimana cara meredam konflik bersenjata di Papua. Salah satunya bisa lewat dialog damai yang melibatkan semua pihak terkait.

Dialog Damai

Terkait dialog damai, Komnas HAM mengaku tengah menginisiasi langkah tersebut. Menurut Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dialog damai merupakan satu-satunya cara bermartabat untuk memutus mata rantai konflik kekerasan dan persoalan di Papua hingga ke akarnya.

"Yang pertama tentu saja evaluasi pendekatan yang ada selama ini. Baik pendekatan kesejahteraan, kemudian pendekatan keamanan dan yang lain sebagai pendekatan-pendekatan yang lain. Setelah evaluasi kemudian mendorong upaya dialog Papua yang bermartabat," kata Beka kepada KBR, Senin, 18 Juli 2022.

Karena itu, Beka ingin dialog damai Papua bisa terwujud dan melibatkan seluruh pihak, termasuk kelompok bersenjata di sana.

Hal ini disampaikan Beka merespons penembakan di Kabupaten Nduga, Papua, yang terjadi, Sabtu, 16 Juli 2022. Peristiwa itu mengakibatkan 10 orang meninggal, dan dua orang terluka. Selain itu, Beka juga menanggapi rangkaian peristiwa kekerasan yang terjadi di Bumi Cenderawasih.

"Artinya (dialog damai) melibatkan memang kelompok-kelompok yang memegang senjata, dan juga kelompok-kelompok lainnya. Dengan posisi yang lebih saling menghormati. Itu kalau kita ingin memutus mata rantai atau siklus kekerasan yang ada," ujarnya.

Baca juga:

Sopir Bupati Nduga Jadi Korban Kelompok Bersenjata Papua


Editor: Sindu

  • konflik Papua
  • Komnas HAM
  • Komnas HAM Papua
  • Dialog Damai Papua
  • Kelompok Bersenjata di Papua
  • Kelompok Bersenjata
  • TPNPB-OPM

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!